|
Hasyiyah Qalyubi wa Amirah |
Yuk...Gabung ke Grup Whatshap kami untuk leluasa berkonsultasi kitab kuning. Klik link berikut ini: Kitabkuning90 (Inan.id)
Terjemahan Kitab Al-Mahalli - Kanzurraghibin - Bab Haidh dan Istihadhah
(بَابُ الْحَيْضِ) وَمَا يُذْكَرُ مَعَهُ مِنْ الِاسْتِحَاضَةِ وَالنِّفَاسِ
(Bermula ini itu suatu bab pada menjelaskan tentang Haidh) dan ma/masalah yang disebutkan akannya masalah besertanya haidh (yaitu) dari pada istihadhah dan nifas.
(أَقَلُّ سِنِّهِ تِسْعُ سِنِينَ) قَمَرِيَّةٍ تَقْرِيبًا،
فَلَوْ رَأَتْ الدَّمَ قَبْلَ تَمَامِ التِّسْعِ بِمَا لَا يَسَعُ حَيْضًا وَطُهْرًا فَهُوَ حَيْضٌ، أَوْ بِمَا
يَسَعُهُمَا فَلَا. (وَأَقَلُّهُ) زَمَنًا (يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ) أَيْ قَدْرُ ذَلِكَ
مُتَّصِلًا كَمَا يُؤْخَذُ ذَلِكَ مِنْ مَسْأَلَةٍ تَأْتِي آخِرَ الْبَابِ.
Bermula sekurang-kurang usianya berhaidh itu 9 tahun yang merupakan tahun qamariah halkeadaan hampir/kurang sedikit. Maka jikalau melihat seorang wanita akan darah sebelum cukup 9 tahun dengan (kadar) ma/masa yang tidak memuat ia masa akan sekali haidh dan sekali suci, niscaya maka bermula dia darah itu haidh,
(Dan bermula sekurang-kurangnya haid) nisbah masa, itu 1 hari dan 1 malam, artinya itu kadar demikian sehari semalam hal keadaan bersambung-sambung. Sebagaimana penjelasan yang difahamkan akannya penjelasan dari pada masalah yang akan datang ia masalah pada akhir bab.
(وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ) يَوْمًا (بِلَيَالِيِهَا) وَإِنْ لَمْ يَتَّصِلْ
أَخْذًا مِنْ الْمَسْأَلَةِ الْآتِيَةِ، وَغَالِبُهُ سِتَّةٌ أَوْ سَبْعَةٌ كُلُّ
ذَلِكَ بِالِاسْتِقْرَاءِ مِنْ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
- (وَأَقَلُّ طُهْرٍ بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ) زَمَنًا (خَمْسَةَ عَشَرَ) يَوْمًا لِأَنَّ
الشَّهْرَ لَا يَخْلُو عَادَةً عَنْ حَيْضٍ وَطُهْرٍ، وَإِذَا كَانَ أَكْثَرُ
الْحَيْضِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا لَزِمَ أَنْ يَكُونَ أَقَلُّ الطُّهْرِ
كَذَلِكَ،
Dan bermula sebanyak-banyaknya haid itu 15 hari dengan malam-malamnya 15 hari sekali pun tidak bersambung-sambung ia 15 hari, karena memahami dari pada masalah yang akan datang.
Dan bermula yang kebiasaannya haid itu 6 hari atau 7 hari. Bermula tiap-tiap demikian ketentuan itu Sabit dengan pemeriksaan/pengkoreksian dari pada Imam as-syafi'i radhiallahu 'anhu.
(Dan bermula sekurang-kurang Suci diantara dua kali haid) nisbah masa (itu 15) hari, karena bahwa sungguh 1 bulan itu tidak sunyi ia sebulan pada kebiasaan dari pada satu kali haid dan sekali Suci.
Dan apabila adalah sebanyak-banyak haid itu 15 hari, niscaya melazimilah bahwa adalah sekurang-kurang suci itu seperti demikian 15 hari.
وَاحْتُرِزَ بِقَوْلِهِ: بَيْنَ الْحَيْضَتَيْنِ عَنْ الطُّهْرِ بَيْنَ
الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ، فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ يَكُونَ أَقَلَّ مِنْ خَمْسَةَ
عَشَرَ يَوْمًا تَقَدَّمَ الْحَيْضُ كَمَا سَيَأْتِي آخِرَ الْبَابِ أَوْ
تَأَخَّرَ بِأَنْ رَأَتْ النُّفَسَاءُ أَكْثَرَ النِّفَاسِ وَانْقَطَعَ الدَّمُ
ثُمَّ عَادَ قَبْلَ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا؛ ذَكَرَهُ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ
(وَلَا حَدَّ لِأَكْثَرِهِ) أَيْ الطُّهْرِ، وَغَالِبُهُ بَقِيَّةُ الشَّهْرِ
بَعْدَ غَالِبِ الْحَيْضِ
Dan dipeliharakan dengan perkataannya pengarang: "diantara dua haid" (dipelihara) dari pada masa suci di antara haid dan nifas.
Maka bahwa sesungguhnya masa suci antara haid dan nifas itu boleh jadilah bahwa ada ia masa suci itu lebih kurang dari pada 15 hari, yang terdahulu haid sebagaimana penjelasan yang akan datang ia penjelasan pada akhir bab,
atau terakhir ia haid, dengan (maksud) bahwa melihat oleh wanita yang sedang bernifas akan kadar sebanyak-banyak nifas dan puntunglah darah, kemudian kembali ia darah sebelum 15 hari. Menjelaskan Ia imam al-Nawawi akannya penjelasan dalam kitab syarah Al muhadzdzab.
(Dan tiada jenis batasan bagi sebanyak-banyaknya) artinya suci, Dan bermula yang kebiasaannya suci itu Sisa dari 1 bulan sesudah kadar kebiasaan haid.
(وَيَحْرُمُ
بِهِ) أَيْ بِالْحَيْضِ (مَا حَرُمَ بِالْجَنَابَةِ) مِنْ الصَّلَاةِ وَغَيْرِهَا
(وَعَبُورُ الْمَسْجِدِ إنْ خَافَتْ تَلْوِيثَهُ) بِالْمُثَلَّثَةِ بِالدَّمِ
لِغَلَبَتِهِ أَوْ عَدَمِ إحْكَامِهَا الشَّدَّ، فَإِنْ أَمِنَتْ جَازَ لَهَا
الْعُبُورُ كَالْجُنُبِ، (وَالصَّوْمُ وَيَجِبَ قَضَاؤُهُ بِخِلَافِ الصَّلَاةِ)
فَلَا يَجِبُ قَضَاؤُهَا لِلْمَشَقَّةِ فِيهِ بِكَثْرَتِهَا
(Dan haram dengan sebabnya), artinya dengan sedang haid (oleh ma/ perkara yang diharamkan akan nya perkara dengan sebab berjunub) yaitu dari pada shalat dan selainnya shalat.
(Dan haramlah pula melalui masjid, jika takut ia perempuan akan berlumuran nya masjid), dibaca dengan bertitik tiga, (berlumuran) dengan darah karena parahnya darah atau karena tidak kuatnya perempuan akan mengikat. Maka jika merasa aman Ia perempuan, niscaya boleh baginya perempuan oleh melalui masjid, sama seperti orang berjunub.
(Dan haramlah pula berpuasa, Dan wajiblah mengqadhanya puasa, dengan sebalik sholat). Maka tidak wajiblah mengqadhanya shalat, karena sukar padanya meng-qadha dengan sebab banyaknya shalat.
(وَمَا بَيْنَ
سُرَّتِهَا وَرُكْبَتِهَا) أَيْ مُبَاشَرَتُهُ بِوَطْءٍ أَوْ غَيْرِهِ (وَقِيلَ
لَا يَحْرُمُ غَيْرُ الْوَطْءِ) وَاخْتَارَهُ الْمُصَنِّفُ فِي التَّحْقِيقِ
وَغَيْرِهِ، وَسَيَأْتِي فِي كِتَابِ الطَّلَاقِ حُرْمَتُهُ فِي حَيْضِ
مَمْسُوسَةٍ لِتَضَرُّرِهَا بِطُولِ الْمُدَّةِ، فَإِنَّ زَمَانَ الْحَيْضِ لَا
يُحْسَبُ مِنْ الْعِدَّةِ فَإِنْ كَانَتْ حَامِلًا لَمْ يَحْرُمْ طَلَاقُهَا
لِأَنَّ عِدَّتَهَا إنَّمَا تَنْقَضِي بِوَضْعِ الْحَمْلِ.
(Dan haramlah pula ma/ bagian tubuh antara pusatnya istri dan lututnya istri) artinya haram bersenggama nya bagian tubuh dengan menyetubuhi atau selainnya bersetubuh. (Dan dikatakan ulama lain: tidak diharamkan akan selain bersetubuh). Dan memilih akannya pendapat oleh pengarang dalam Kitab Tahqiq dan selainnya Kitab Tahqiq.
Dan selagi akan datang dalam "Kitab Thalaq" oleh haramnya men-thalaq pada masa haid wanita yang sudah disetubuhi, karena mudharatnya wanita dengan lama masa 'iddah, karena bahwa sungguh masa haidh itu tidak dihitungkan akannya masa haid sebagian dari masa 'iddah.
Maka jika adalah perempuan itu yang mengandung, niscaya tidak haramlah men-talaq-nya perempuan, karena bahwa Sungguh 'iddahnya perempuan itu hanyasanya berlalu ia 'iddah dengan melahirkan kandungan.
(فَإِذَا
انْقَطَعَ) أَيْ الْحَيْضُ (لَمْ يَحِلَّ قَبْلَ الْغُسْلِ) مِمَّا حَرُمَ (غَيْرُ
الصَّوْمِ وَالطَّلَاقِ) فَيَحِلَّانِ لِانْتِفَاءِ مَانِعِ الْأَوَّلِ،
وَالْمَعْنَى الَّذِي حَرُمَ لَهُ الثَّانِي، وَلَفْظَةُ الطَّلَاقِ زَادَهَا
عَلَى الْمُحَرَّرِ، وَقَالَ: إنَّهَا زِيَادَةٌ حَسَنَةٌ.
(Maka bila sudah putus lah) artinya haid (niscaya tidak halal Sebelum mandi) dari pada ma/ perkara yang haram ia perkara, (oleh selain puasa dan thalaq)
Maka halal keduanya puasa dan thalaq, karena Ternafi penengah pada masalah yang pertama, dan karena ternafi alasan alladzii yang diharamkan karena nya alasan akan masalah yang kedua.
Dan bermula lafadz thalaq itu menambah Ia Imam al-Nawawi akan nya lafadz di atas kitab al-Muharrar. Dan berkata ia Imam al-Nawawi: bahwa sesungguhnya lafadz thalaq itu tambahan yang bagus.
(وَالِاسْتِحَاضَةُ)
وَهِيَ أَنْ يُجَاوِزَ الدَّمُ أَثَرَ الْحَيْضِ وَيَسْتَمِرَّ (حَدَثٌ دَائِمٌ
كَالسَّلَسِ) أَيْ سَلَسِ الْبَوْلِ، وَهُوَ أَنْ لَا يَنْقَطِعَ (فَلَا تَمْنَعُ
الصَّوْمَ وَالصَّلَاةَ) لِلضَّرُورَةِ،
(Dan bermula istihadhah) dan bermula dia istihadhah itu Bahwa melewati lah darah akan masa haid dan berkekalan ia darah. (Itu hadas yang berkekalan, sama seperti terus menerus) artinya terus-terusan kencing. Dan bermula dia terus-terusan kencing itu tidak putus-putus ia kencing. (Maka tidak menghalangi ia istihadhah akan puasa dan shalat) karena dharurat.
(فَتَغْسِلُ الْمُسْتَحَاضَةُ فَرْجَهَا
وَتَعْصِبُهُ) وُجُوبًا بِأَنْ تَشُدَّهُ بَعْدَ حَشْوِهِ مَثَلًا بِخِرْقَةٍ
مَشْقُوقَةِ الطَّرَفَيْنِ تُخْرِجُ أَحَدَهُمَا إلَى بَطْنِهَا، وَالْآخَرَ إلَى
صُلْبِهَا، وَتَرْبِطُهُمَا بِخِرْقَةٍ تَشُدُّهَا عَلَى وَسَطِهَا كَالتِّكَّةِ،
وَإِنْ تَأَذَّتْ بِالشَّدِّ تَرَكَتْهُ، وَإِنْ كَانَ الدَّمُ قَلِيلًا
يَنْدَفِعُ بِالْحَشْوِ فَلَا حَاجَةَ لِلشَّدِّ، وَإِنْ كَانَتْ صَائِمَةً
تَرَكَتْ الْحَشْوَ نَهَارًا وَاقْتَصَرَتْ عَلَى الشَّدِّ فِيهِ.
(Maka mencuci ia perempuan yang ber-istihadhah akan kemaluannya perempuan dan membalut ia perempuan akan nya kemaluan), hal keadaan wajib.
Dengan bahwa mengikat ia perempuan akan nya kemaluan sesudah menyumpal nya kemaluan -sebagai umpama- dengan kain bekas yang dibelah kan dua ujung, yang menarik keluar ia perempuan akan salah satu keduanya ujung ke perutnya perempuan,
dan mengeluarkan akan ujung yang lain ke sulbi/ atas pantatnya perempuan dan mengikat ia perempuan akan keduanya ujung dengan kain bekas yang diikat ia perempuan akan nya kain bekas di atas pusatnya perempuan, persis seperti tali pinggang.
Dan jika tersakiti ia perempuan dengan ikatan, niscaya meninggalkan ia perempuan akanya ikatan.
Dan jika keadaan darah itu yang sedikit yang tertahan ia darah dengan sumpalan, niscaya maka tiada perlu bagi ikatan.
Maka jika keadaannya perempuan itu yang sedang berpuasa, niscaya meninggalkan Ia perempuan akan sumpalan pada waktu siang dan mencukupkan Ia perempuan di atas ikatan padanya darah.
(وَتَتَوَضَّأُ
وَقْتَ الصَّلَاةِ) كَالْمُتَيَمِّمِ (وَتُبَادِرُ بِهَا) تَقْلِيلًا لِلْحَدَثِ (فَلَوْ أَخَّرْتَ لِمَصْلَحَةِ
الصَّلَاةِ كَسِتْرٍ، وَانْتِظَارِ جَمَاعَةٍ لَمْ يَضُرَّ وَإِلَّا فَيَضُرُّ
عَلَى الصَّحِيحِ) وَالثَّانِي لَا يَضُرُّ كَالْمُتَيَمِّمِ (وَيَجِبُ الْوُضُوءُ
لِكُلِّ فَرْضٍ) كَالْمُتَيَمِّمِ لِبَقَاءِ الْحَدَثِ.
Dan berwudhu Ia perempuan pada waktu Sembahyang, sama seperti orang yang bertayamum. Dan bersegera Ia perempuan dengannya sembahyang, Karena untuk mengurangi bagi hadas.
Maka jikalau berlambat-lambat Ia perempuan untuk kemaslahatan sembahyang, seperti menutup aurat dan menunggu jamaah, niscaya tidak mengapa/ tidak mendarat ia berlambat-lambat. Dan jika tidak untuk kemaslahatan sembahyang, niscaya maka memudaratkan ia berlambat-lambat, berdasarkan di atas pendapat Shahih.
Dan bermula pendapat yang kedua: itu tidak mudharat ia berlambat-lambat, sama seperti orang yang bertayamum. Dan wajib lah wudhu bagi tiap-tiap sembahyang fardhu, sama seperti orang yang bertayamum, karena tinggal hadas.
(وَكَذَا تَجْدِيدُ
الْعِصَابَةِ فِي الْأَصَحِّ) وَإِنْ لَمْ تَزُلْ عَنْ مَوْضِعِهَا وَلَا ظَهَرَ الدَّمُ
جَوَانِبَهَا قِيَاسًا عَلَى تَجْدِيدِ الْوُضُوءِ. وَالثَّانِي لَا يَجِبُ
تَجْدِيدُهَا إلَّا إذَا زَالَتْ عَنْ مَوْضِعِهَا زَوَالًا لَهُ وَقْعٌ، أَوْ
ظَهَرَ الدَّمُ بِجَوَانِبِهَا، وَحَيْثُ قِيلَ بِتَجْدِيدِهَا فَتُجَدِّدُ مَا
يَتَعَلَّقُ بِهَا مِنْ غَسْلِ الْفَرْجِ وَإِبْدَالِ الْقُطْنَةِ الَّتِي
بِفَمِهِ.
(Dan Sabit seperti demikian itu memperbarui pembalut, menurut pada pendapat ashah) sekalipun tidak bergeser ia pembalut dari tempatnya pembalut dan tidak nampak lah darah di samping sampingnya pembalut, karena meng-qiyas di atas memperbarui wudhu.
Dan bermula pendapat yang kedua itu tidak wajib lah memperbaruinya pembalut, kecuali apabila bergeser ia pembalut dari tempatnya pembalut akan sebagai pergeseran yang Sabit baginya pergeseran itu timbul dampak lain, atau apabila nampaklah darah di samping sampingnya pembalut.
Dan sekira-kira dikatakan pendapat dengan memperbaruinya pembalut, maka diperbarui akan ma/sesuatu yang berkaitan ia sesuatu dengannya pembalut, dari pada membasuh kemaluan dan mengganti kapas allati yang ada di mulutnya kemaluan.
(وَلَوْ انْقَطَعَ دَمُهَا بَعْدَ الْوُضُوءِ وَلَمْ تَعْتَدْ
انْقِطَاعَهُ وَعَوْدَهُ أَوْ اعْتَادَتْ) ذَلِكَ (وَوَسِعَ زَمَنُ الِانْقِطَاعِ)
بِحَسَبِ الْعَادَةِ (وُضُوءًا وَالصَّلَاةَ) بِأَقَلَّ مَا يُمْكِنُ (وَجَبَ
الْوُضُوءُ) أَمَّا فِي الْحَالَةِ الْأُولَى فَلِاحْتِمَالِ الشِّفَاءِ،
وَالْأَصْلُ عَدَمُ عَوْدِ الدَّمِ،
(Dan jikalau putuslah darahnya perempuan yang ber-istihadhah sesudah berwudhu, dan tidak biasa ia perempuan akan putusnya darah dan kembalinya darah, atau biasa ia perempuan) akan demikian putus dan kembali (dan memuat lah Masa putus darah) dengan kira-kira kebiasaan, (akan sekali berwudhu dan sekali sembahyang) dengan sekurang-kurangnya kadar sembahyang yang memungkinkan ia kadar sembahyang,
(niscaya wajiblah berwudu) Adapun pada keadaan yang pertama itu niscaya maka karena mungkin sembuh dan bermula asal-asal itu tidak kembali darah.
وَأَمَّا فِي الثَّانِيَةِ فَلِإِمْكَانِ
أَدَاءِ الْعِبَادَةِ مِنْ غَيْرِ مُقَارَنَةِ حَدَثٍ، فَلَوْ عَادَ الدَّمُ
قَبْلَ إمْكَانِ الْوُضُوءِ وَالصَّلَاةِ فِي الْحَالَتَيْنِ فَوَضْؤُهَا بَاقٍ
بِحَالِهِ تُصَلِّي بِهِ، وَلَوْ لَمْ يَسَعْ زَمَنُ الِانْقِطَاعِ إعَادَةَ الْوُضُوءِ وَالصَّلَاۃ صَلَّتْ
بِوُضُوئِهَا، فَلَوْ امْتَدَّ الزَّمَنُ بِحَيْثُ يَسَعُ مَا ذُكِرَ وَقَدْ
صَلَّتْ بِوُضُوئِهَا تَبَيَّنَ بُطْلَانُ الْوُضُوءِ وَالصَّلَاةِ.
Dan Adapun pada keadaan yang kedua itu niscaya maka karena mungkin menunaikan ibadah dari pada tanpa mengiringi hadas.
Maka jikalau kembalilah darah sebelum mungkin berwudhu dan shalat pada dua keadaan, niscaya maka bermula wudhu'nya perempuan istihadhah itu yang kekal dengan keadaannya wudhu' yang boleh sembahyang lagi ia perempuan dengannya wudhu.
Dan jikalau tidak memuat lah zaman putus darah akan mengulangi wudhu dan akan sekali sembahyang, niscaya shalat ia perempuan dengan wudhu'nya perempuan istihadhah.
Maka jikalau lamalah masa, dengan kira-kira memuat ia masa akan ma/ perkara yang sudah disebutkan akanya perkara, padahal sungguh sudah sembahyang ia perempuan dengan wudhunya istihadhah, niscaya nyatalah batal wudhu dan sembahyang tersebut.
(فَصْلٌ) إذَا
(رَأَتْ) دَمًا (لِسِنِّ الْحَيْضِ أَقَلُّهُ) فَأَكْثَرُ (وَلَمْ يَعْبُرْ
أَكْثَرُهُ) أَيْ لَمْ يُجَاوِزْهُ (فَكُلُّهُ حَيْضٌ) أَسْوَدَ كَانَ أَوْ
أَحْمَرَ أَوْ أَشْقَرَ مُبْتَدَأَةً كَانَتْ أَوْ مُعْتَادَةً تَغَيَّرَتْ
عَادَتُهَا أَوْ لَا إلَّا أَنْ يَكُونَ عَلَيْهَا بَقِيَّةُ طُهْرٍ كَأَنْ رَأَتْ
ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ دَمًا ثُمَّ اثْنَيْ عَشَرَ نَقَاءً ثُمَّ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ
دَمًا ثُمَّ انْقَطَعَ، فَالثَّلَاثَةُ الْأَخِيرَةُ دَمُ فَسَادٍ لَا حَيْضٌ
ذُكِرَ ذَلِكَ فِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ مُفَرَّقًا
(Bermula ini, itu suatu fashal) - Apabila (melihat ia perempuan) akan darah (bagi usia berhaidh, akan sekurang-kurangnya masa haidh) maka selanjutnya sebanyak-banyak masa, (dan tidak melewati lah masa sebanyak-banyaknya) artinya tidak melewati Ia darah akan nya masa sebanyak-banyak,
(Niscaya maka bermula tiap-tiap nya darah itu darah haid), itu hitam keadaannya darah atau itu yang merah atau itu yang kuning, itu yang baru mulai berhaid keadaannya perempuan atau itu yang sudah biasa berhaid, yang berubah-rubah lah kebiasaannya perempuan atau tidah berubah-ubah,
kecuali bahwa adalah di atasnya perempuan itu Sisa masa suci, seperti bahwa melihat Ia perempuan selama 3 hari akan darah, kemudian melihat selama 12 hari akan Suci, kemudian selama 3 hari akan darah, kemudian puntung ia darah,
Maka bermula tiga hari yang terakhir itu darah penyakit bukan darah haid. Membahas ia Imam al-Nawawi akan demikian penjelasan dalam kitab syarah Al muhadzdzab hal keadaan penjelasan itu yang dipisah-pisah.
(وَالصُّفْرَةُ وَالْكُدْرَةُ)
أَيْ كُلٌّ مِنْهُمَا (حَيْضٌ فِي الْأَصَحِّ) مُطْلَقًا لِأَنَّهُ الْأَصْلُ
فِيمَا تَرَاهُ الْمَرْأَةُ فِي زَمَنِ الْإِمْكَانِ، وَالثَّانِي لَا لِأَنَّهُ
لَيْسَ عَلَى لَوْنِ الدَّمِ الْمُعْتَادِ إلَّا فِي أَيَّامِ الْعَادَةِ فَهُوَ
فِيهَا حَيْضٌ اتِّفَاقًا، وَقِيلَ: يُشْتَرَطُ فِي كَوْنِهِ حَيْضًا فِي
غَيْرِهَا تَقَدُّمُ دَمٍ قَوِيٍّ مِنْ سَوَادٍ أَوْ حُمْرَةٍ عَلَيْهِ.
(Dan bermula yang kuning dan yang keruh) artinya tiap-tiap dari pada keduanya (itu darah haid menurut pada pendapat ashah) hal keadaan mutlak, karena bahwa sesungguhnya tiap-tiap itu asal pada ma/ warna yang dilihat akan nya warna oleh perempuan pada masa memungkinkan.
Dan bermula pendapat yang kedua itu bukan darah haidh, karena bahwa sesungguhnya tiap-tiap darah itu tiada ia darah itu sabit di atas warna darah yang biasa, kecuali pada hari-hari kebiasaan, maka bermula dia darah padanya hari-hari kebiasaan itu darah haid, hal keadaan sepakat ulama.
Dan dikatakan ulama lain: Disyaratkan pada keadaannya darah itu haid pada selainnya hari-hari biasa, akan terdahulu darah yang kuat, yaitu dari pada darah yang hitam atau yang merah di atasnya tiap-tiap kuning dan keruh.
وَقِيلَ:
وَتَأَخُّرُهُ عَنْهُ وَعَلَى هَذَيْنِ يَكْفِي أَيُّ قَدْرٍ مِنْ الْقَوِيِّ،
وَقِيلَ: لَا بُدَّ مِنْ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. هَذَا مَا فِي الرَّوْضَةِ
وَأَصْلِهَا، وَفِي شَرْحِ الْمُهَذَّبِ لَا فَرْقَ فِي جَرَيَانِ الْخِلَافِ
بَيْنَ الْمُبْتَدَأَةِ وَالْمُعْتَادَةِ. وَحِكَايَةُ وَجْهٍ فِي الْوَاقِعِ فِي
أَيَّامِ الْعَادَةِ بِاشْتِرَاطِ تَقَدُّمِ دَمٍ أَسْوَدَ أَوْ أَحْمَرَ عَلَيْهِ مُعْتَرِضًا بِذَلِكَ
عَلَى الرَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِ فِي نَفْيِهِمْ الْخِلَافَ فِيهِ
Dan dikatakan ulama lain: dan terakhirnya darah hitam dan darah merah dari padanya kuning dan keruh. Dan berdasarkan dua pendapat ini cukuplah seri mana kadar dari pada darah kuat. Dan dikatakan ulama lain: Mestilah dari pada kadar 1 hari dan 1 malam. Bermula ini pendapat itu ma/ pendapat yang ada di dalam Kitab al-Raudhah dan asalnya al-Raudhah.
Dan Sabit dalam kitab syarah Al-Muhadzdzab itu tiada jenis perbedaan pada memberlakukan khilaf pendapat antara wanita yang baru mulai ber-haid dan wanita yang sudah biasa berhaid.
Dan (sabit dalam kitab Syarh al-Muhadzab pula) itu hikayah suatu pendapat "wajhin" pada darah yang terjadi pada hari-hari kebiasaan, dengan mensyaratkan terdahulu darah yang hitam atau yang merah diatasnya tiap-tiap kuning dan keruh, hal keadaan nya (Imam al-Nawawi) itu yang menentang dengan demikian hikayah di atas Imam Rofi'i dan selainnya Imam Rofi'i pada menafikan mereka akan khilaf padanya masalah.
(فَإِنْ
عَبَرَهُ) أَيْ عَبَرَ الدَّمُ أَكْثَرَ الْحَيْضِ أَيْ جَاوَزَهُ (فَإِنْ
كَانَتْ) أَيْ مَنْ عَبَرَ دَمُهَا أَكْثَرَ الْحَيْضِ وَهِيَ الْمُسْتَحَاضَةُ
(مُبْتَدَأَةً) أَيْ أَوَّلَ مَا ابْتَدَأَهَا الدَّمُ (مُمَيِّزَةً بِأَنْ تَرَى
قَوِيًّا وَضَعِيفًا) بِشُرُوطِهِمَا الْآتِيَةِ كَالْأَسْوَدِ وَالْأَحْمَرِ،
فَهُوَ ضَعِيفٌ بِالنِّسْبَةِ إلَى الْأَسْوَدِ قَوِيٌّ بِالنِّسْبَةِ إلَى
الْأَشْقَرِ وَالْأَشْقَرُ أَقْوَى مِنْ الْأَصْفَرِ وَمِنْ الْأَكْدَرِ إذَا جُعِلَا حَيْضًا
(Maka jika melewati darah akan nya) artinya melewati lah darah akan sebanyak-banyak masa haid, artinya melewati ia darah akan nya masa paling banyak (niscaya maka jika keadaannya perempuan), artinya Man/perempuan yang melewati lah darahnya perempuan akan sebanyak-banyaknya masa haid. Padahal bermula dia perempuan itu yang beristihadhah (itu yang baru mulai berhaid), artinya awal ma/masa yang mulai kluar akannya perempuan oleh darah (juga bisa membedakan, dengan bahwa melihat Ia perempuan akan darah yang kuat dan yang lemah) dengan syarat-syarat keduanya yang akan datang, seperti warna hitam dan merah.
Maka bermula dia merah itu lemah dengan membandingkan kepada hitam, lagi kuat dengan membandingkan kepada coklat. Dan bermula warna coklat itu lebih kuat dari warna kuning dan dari warna keruh, bila (berpendapat) dijadikan akan keduanya kuning dan keruh akan darah haidh.
وَمَا لَهُ رَائِحَةٌ كَرِيهَةٌ أَقْوَى مِمَّا لَا رَائِحَةَ
لَهُ وَالثَّخِينُ أَقْوَى مِنْ الرَّقِيقِ، فَالْمُنْتِنُ أَوْ الثَّخِينُ مِنْ
الْأَسْوَدَيْنِ مَثَلًا أَقْوَاهُمَا، وَالْمُنْتِنُ الثَّخِينُ مِنْهُمَا
أَقْوَى مِنْ الْمُنْتِنِ أَوْ الثَّخِينِ
Dan bermula ma/darah yang Sabit baginya darah itu bau yang keji, itu lebih kuat dari pada ma/ darah yang tiada jenis bau baginya darah. Dan bermula darah yang kesat itu lebih kuat dari pada darah yang licin.
Maka bermula darah yang bau busuk atau yang kesat dari pada 2 darah yang berwarna hitam, -sebagai umpama-, itu yang paling kuat dari pada keduanya darah hitam tersebut. Dan bermula yang berbau busuk lagi kesat dari keduanya darah yang hitam itu lebih kuat dari yang bau busuk saja atau yang kesat saja.
(فَالضَّعِيفُ اسْتِحَاضَةٌ
وَالْقَوِيُّ حَيْضٌ إنْ لَمْ يَنْقُصْ عَنْ أَقَلِّهِ وَلَا عَبَرَ أَكْثَرُهُ
وَلَا نَقَصَ الضَّعِيفُ عَنْ أَقَلِّ الطُّهْرِ) بِأَنْ يَكُونَ خَمْسَةَ عَشَرَ
يَوْمًا مُتَّصِلَةً فَأَكْثَرَ تَقَدَّمَ الْقَوِيُّ عَلَيْهِ أَوْ تَأَخَّرَ أَوْ تَوَسَّطَ كَأَنْ رَأَتْ خَمْسَةَ
أَيَّامٍ أَسْوَدَ ثُمَّ أَطْبَقَ الْأَحْمَرُ إلَى آخِرِ الشَّهْرِ أَوْ خَمْسَةَ
عَشَرَ يَوْمًا أَحْمَرَ، ثُمَّ خَمْسَةَ عَشَرَ أَسْوَدَ، أَوْ خَمْسَةً أَحْمَرَ
ثُمَّ خَمْسَةً أَسْوَدَ، ثُمَّ بَاقِيَ الشَّهْرِ أَحْمَرَ بِخِلَافِ مَا لَوْ
رَأَتْ يَوْمًا أَسْوَدَ وَيَوْمَيْنِ أَحْمَرَ.
(Maka bermula darah yang lemah itu darah istihadhah dan bermula darah yang kuat itu haid jika tidak kurang ia darah kuat dari pada sekurang-kurangnya haidh dan tidak melewati ia darah kuat akan sebanyak-banyaknya masa haidh dan tidak kurang lah darah yang lemah dari pada sekurang-kurang masa suci)
Dengan maksud bahwa keadaannya darah yang lemah itu 15 hari hal keadaan bersambung-sambung, maka terlebih banyak darinya 15 hari, baik terdahulu lah darah yang kuat di atasnya daraah Lemah atau terakhir ia darah kuat atau di pertengahan ia darah kuat.
Seperti bahwa melihat dia perempuan pada 5 hari akan darah hitam kemudian berlapis-lapis lah darah merah hingga akhir bulan.
Atau melihat pada 15 hari akan darah merah, kemudian melihat pada 15 hari akan darah hitam,
Atau melihat pada 5 hari akan darah yang merah kemudian melihat pada 5 hari akan yang hitam kemudian melihat pada sisa bulan akan darah yang merah, dengan sebalik ma/ keadaan jikalau melihat Ia perempuan pada satu hari akan darah hitam dan pada dua hari akan darah merah.
وَهَكَذَا
إلَى آخِرِ الشَّهْرِ لِعَدَمِ اتِّصَالِ خَمْسَةَ عَشَرَ مِنْ الضَّعِيفِ فَهِيَ
فَاقِدَةٌ شَرْطَ تَمْيِيزٍ، وَسَيَأْتِي حُكْمُهَا، وَفِي وَجْهٍ فِي الصُّورَةِ
الثَّالِثَةِ أَنَّ خَمْسَةَ الْأَحْمَرِ مَعَ خَمْسَةِ الْأَسْوَدِ حَيْضٌ (أَوْ
مُبْتَدَأَةً لَا مُمَيِّزَةً بِأَنْ رَأَتْهُ بِصِفَةٍ أَوْ) بِصِفَتَيْنِ مَثَلًا
لَكِنْ (فَقَدَتْ شَرْطَ تَمْيِيزٍ) مِنْ شُرُوطِهِ السَّابِقَةِ
Dan seterusnya hingga akhir bulan, karena tidak bersambung-sambung 15 hari dari pada darah yang lemah. Maka bermula Dia perempuan itu yang tiada satu syarat membedakan. Dan selagi akan datang lah hukumnya perempuan tersebut.
Dan Sabit pada satu pendapat "wajhin" pada Surah yang ketiga itu bahwa sungguh 5 hari darah merah beserta lima hari darah hitam itu darah haidh.
(Atau keadaannya perempuan itu yang baru mulai berhaidh yang tidak bisa membedakan darah, maksudnya dengan bahwa melihat ia perempuan akan darah dengan satu ciri-ciri atau) dengan dua ciri-ciri -sebagai umpama-,
akan tetapi tiada ia perempuan akan satu syarat membedakan darah dari pada syarat-syaratnya membedakan darah yang terdahulu.
(فَالْأَظْهَرُ
أَنَّ حَيْضَهَا يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَطُهْرَهَا تِسْعٌ وَعِشْرُونَ) بَقِيَّةُ
الشَّهْرِ. وَالثَّانِي تُحَيَّضُ غَالِبَ الْحَيْضِ سِتَّةً أَوْ سَبْعَةً،
وَقِيلَ: تَتَخَيَّرُ بَيْنَهُمَا، وَالْأَصَحُّ النَّظَرُ إلَى عَادَةِ
النِّسَاءِ إنْ كَانَتْ سِتَّةً فَسِتَّةٌ أَوْ سَبْعَةً فَسَبْعَةٌ، وَبَقِيَّةُ
الشَّهْرِ طُهْرُهَا.
(Maka bermula pendapat "Azhar"/ kuat itu bahwa sungguh haid nya perempuan tersebut itu 1 hari dan 1 malam dan bahwa sungguh masa sucinya perempuan tersebut itu 29 hari), (yaitu) sisa massa dari 1 bulan.
Dan bermula pendapat kedua itu dihukumkan berhaid akannya perempuan akan masa yang biasa berhaid, (yaitu) 6 hari atau 7 hari. Dan dikatakan pendapat lain: "Memilih ia perempuan di antara keduanya 6 hari atau 7 hari.
Dan bermula pendapat "ashah"/kuat (dari pendapat kedua) itu meninjau kepada kebiasaan perempuan, jika ada ia kebiasaan itu 6 hari maka adalah haidh itu 6 hari atau adalah kebiasaan itu 7 hari maka adalah haid itu 7 hari. Dan Bermula sisa masa dari 1 bulan itu masa sucinya perempuan.
وَالْعِبْرَةُ
بِنِسَاءِ عَشِيرَتِهَا مِنْ الْأَبَوَيْنِ، وَقِيلَ: بِنِسَاءِ عَصَبَاتِهَا
خَاصَّةً، وَقِيلَ: بِنِسَاءِ بَلَدِهَا وَنَاحِيَتِهَا، كَذَا فِي الرَّوْضَةِ
كَأَصْلِهَا وَمَعْنَى مِنْ الْأَبَوَيْنِ، بِقَرِينَةِ الثَّانِي الْمُعْتَبَرُ
فِي مَهْرِ الْمِثْلِ مَا فِي الْكِفَايَةِ أَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ
الْأَقَارِبِ مِنْ الْأَبِ أَوْ الْأُمِّ (أَوْ مُعْتَادَةٌ بِأَنْ سَبَقَ لَهَا حَيْضٌ وَطُهْرٌ) وَهِيَ غَيْرُ
مُمَيِّزَةٍ (فَتُرَدُّ إلَيْهِمَا قَدْرًا وَوَقْتًا) بِأَنْ كَانَتْ حَافِظَةً
لِذَلِكَ.
Dan bermula tinjauan itu dengan para perempuan keluarganya perempuan dari bapak dan ibu. Dan dikatakan pendapat lain: itu dengan para perempuan dari ahli waris 'ashabahnya perempuan hal keadaan terkhusus. Dan dikatakan pendapat lain: dengan meninjau perempuan negerinya perempuan dan daerahnya perempuan. Bermula demikian penjelasan itu Sabit dalam kitab al-Raudhah dan juga sama seperti asalnya al-Raudhah.
Dan bermula makna "dari kedua ibu bapak", dengan petunjuk dari pendapat yang kedua yang meninjau pada mahar misil akan penjelasan yang ada dalam kitab Al kifayah, itu Bahwa sesungguhnya makna itu tiada jenis perbedaan di antara kerabat dari pada pihak Ayah atau Ibu.
(Atau keadaan perempuan tersebut itu yang sudah biasa berhaidh, (maksudnya) dengan bahwa sudah terdahulu baginya perempuan oleh sekali ber-haidh dan sekali suci) padahal bermula Dia perempuan itu yang tidak bisa membedakan darah, (maka dikembalikan/dipedomankan akan-nya perempuan kepada keduanya haidh dan suci nisbah ukuran dan waktu) maksudnya dengan bahwa keadaannya perempuan itu yang menjaga bagi demikian ukuran dan waktu.
(وَتَثْبُتُ الْعَادَةُ) الْمُرَتَّبُ عَلَيْهَا مَا ذُكِرَ (بِمَرَّةٍ
فِي الْأَصَحِّ) لِأَنَّهَا فِي مُقَابَلَةِ الِابْتِدَاءِ، وَالثَّانِي
بِمَرَّتَيْنِ لِأَنَّهَا مِنْ الْعَوْدِ، فَمَنْ حَاضَتْ خَمْسَةً فِي شَهْرٍ
ثُمَّ سِتَّةً فِي آخَرَ، ثُمَّ اُسْتُحِيضَتْ رُدَّتْ إلَى الْخَمْسَةِ عَلَى
الثَّانِي لِتَكَرُّرِهَا وَإِلَى السِّتَّةِ عَلَى الْأَوَّلِ. وَمَنْ حَاضَتْ خَمْسَةً
ثُمَّ اُسْتُحِيضَتْ رُدَّتْ إلَيْهَا عَلَى الْأَوَّلِ، وَهِيَ كَمُبْتَدَأَةٍ
عَلَى الثَّانِي، ذَكَرَهُ الشَّيْخُ فِي الْمُهَذَّبِ
(Dan sebutlah kebiasaan) yang dipedomankan di atasnya kebiasaan akan ma/perkara-perkara yang sudah disebutkan akannya perkara, (dengan 1 kali menurut pada pendapat "ashah"/kuat), karena bahwa sesungguhnya kebiasaan itu pada lawan permulaan. Dan bermula pendapat kedua itu meninjau dengan dua kali, karena bahwa sesungguhnya kebiasaan itu dari pengulangan.
Maka bermula Man/ perempuan yang ber-haid Ia perempuan akan 5 hari pada suatu bulan, kemudian berhaidh ia akan 6 hari pada bulan yang lain, kemudian di istihadhah kan akannya perempuan, niscaya dikembalikan akannya perempuan kepada 5 hari, berdasarkan di atas pendapat yang kedua karena berulangnya 5 hari. Dan dikembalikan kepada 6 hari berdasarkan di atas pendapat pertama.
Dan bermula Man/ seorang perempuan yang ber-haidh ia akan 5 hari kemudian di-istihadhah-kan akannya perempuan (pada bulan selanjutnya), niscaya dikembalikan akannya perempuan tersebut kepadanya kebiasaan, berdasarkan di atas pendapat pertama. Dan bermula perempuan tersebut itu Sabit seperti perempuan yang baru mulai ber-haidh, berdasarkan atas pendapat kedua. Menjelaskan akannya keterangan oleh as-Syaikh Abu Ishak al-Syairazi dalam kitab Al muhadzdzab.
(وَيُحْكَمُ لِلْمُعْتَادَةِ
الْمُمَيِّزَةِ بِالتَّمْيِيزِ لَا الْعَادَةِ) الْمُخَالِفَةِ لَهُ (فِي
الْأَصَحِّ) لِأَنَّهُ أَقْوَى مِنْهَا بِظُهُورِهِ، وَالثَّانِي يُحْكَمُ
بِالْعَادَةِ، فَلَوْ كَانَتْ عَادَتُهَا خَمْسَةً مِنْ أَوَّلِ الشَّهْرِ
وَبَقِيَّتُهُ طُهْرٌ فَرَأَتْ عَشَرَةً أَسْوَدَ مِنْ أَوَّلِ الشَّهْرِ
وَبَقِيَّتَهُ أَحْمَرَ حُكِمَ بِأَنَّ حَيْضَهَا الْعَشَرَةُ عَلَى الْأَوَّلِ،
وَالْخَمْسَةُ الْأُولَى مِنْهَا عَلَى الثَّانِي، وَالْبَاقِي عَلَيْهِمَا طُهْرٌ
(Dan dihukumkan bagi perempuan yang sudah biasa berhaidh lagi bisa membedakan, dihukumkan dengan membedakan bukan dengan kebiasaan) yang menyalahi baginya perbedaan (menurut pada pendapat "ashah"/ kuat) karena bahwa sesungguhnya perbedaan itu lebih kuat dari pada nya kebiasaan dengan sebab jelasnya perbedaan.
Maka jikalau adalah kebiasaannya perempuan itu 5 hari dari awal bulan dan bermula sisanya bulan itu masa suci, maka melihat ia perempuan pada 10 hari akan darah hitam dari pada awal bulan,
dan melihat ia pada sisanya bulan akan darah yang merah, niscaya dihukumkan dengan bahwa sungguh haidh-nya perempuan itu 10 hari, berdasarkan di atas pendapat Pertama. Dan itu 5 hari yang pertama dari padanya 10 hari berdasarkan di atas pendapat kedua. Dan bermula hari-hari yang sisa berdasarkan di atas keduanya pendapat itu masa suci.
(أَوْ) كَانَتْ (مُتَحَيِّرَةً بِأَنْ نَسِيَتْ عَادَتَهَا قَدْرًا وَوَقْتًا)
وَلَا تَمْيِيزَ (فَفِي قَوْلٍ كَمُبْتَدَأَةٍ) غَيْرِ مُمَيِّزَةٍ فَتُحَيَّضُ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَطُهْرُهَا
بَقِيَّةُ الشَّهْرِ عَلَى الْأَظْهَرِ السَّابِقِ (وَالْمَشْهُورُ وُجُوبُ
الِاحْتِيَاطِ) وَلَيْسَتْ كَالْمُبْتَدَأَةِ لِاحْتِمَالِ كُلِّ زَمَنٍ يَمُرُّ
عَلَيْهَا لِلْحَيْضِ وَالطُّهْرِ.
(atau) keadaannya perempuan itu (yang keheranan, maksudnya dengan bahwa lupa ia perempuan akan kebiasaannya perempuan nisbah ukuran dan waktu) dan tiada cara membedakan.
(Maka Sabit dalam satu pendapat: itu keadaannya perempuan itu seperti yang baru mulai berhaid) lagi Tiada dapat membedakan darah. Maka dihukumkan berhaidh akannya perempuan akan 1 hari dan 1 malam. Dan bermula masa sucinya perempuan itu Sisa massa dari 1 bulan, berdasarkan di atas pendapat "Azhar"/ kuat yang terdahulu.
(Dan bermula pendapat yang masyhur/ kuat itu wajib berhati-hati). Dan tiadalah perempuan tersebut itu Sabit seperti perempuan yang baru mulai ber-haidh, karena kemungkinan tiap-tiap masa yang berlalu di atasnya perempuan, bagi haid dan suci.
(فَيَحْرُمُ الْوَطْءُ وَمَسُّ الْمُصْحَفِ
وَالْقِرَاءَةُ فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ) لِاحْتِمَالِ الْحَيْضِ (وَتُصَلِّي
الْفَرَائِضَ أَبَدًا) لِاحْتِمَالِ الطُّهْرِ. (وَكَذَا النَّفَلُ فِي
الْأَصَحِّ) اهْتِمَامًا بِهِ وَالثَّانِي يَقُولُ: لَا ضَرُورَةَ إلَيْهِ
(وَتَغْتَسِلُ لِكُلِّ فَرْضٍ) بَعْدَ دُخُولِ وَقْتِهِ لِاحْتِمَالِ انْقِطَاعِ الدَّمِ حِينَئِذٍ.
(Maka haram lah bersetubuh dan menyentuh mushaf Al-Quran dan membaca al-qur'an pada selain sembahyang), karena mungkin ber-haidh. (dan sembahyang ia perempuan akan sembahyang-sembahyang fardhu selama lama), karena mungkin suci.
(Dan Sabit seperti demikian boleh selama-lama itu sembahyang sunat menurut pada pendapat "ashah"/kuat) karena dianggap penting dengannya sembahyang sunat. Dan bermula pendapat kedua itu berpendapat: tiada jenis darurat kepadanya sembahyang sunat.
(Dan mandi ia perempuan bagi tiap-tiap sembahyang fardhu) sesudah masuk Waktunya sembahyang fardhu, karena mungkin putus darah di ketika itu.
قَالَ فِي
شَرْحِ الْمُهَذَّبِ عَنْ الْأَصْحَابِ: فَإِنْ عَلِمَتْ وَقْتَ انْقِطَاعِهِ
كَعِنْدَ الْغُرُوبِ لَزِمَهَا الْغُسْلُ كُلَّ يَوْمٍ عَقِبَ الْغُرُوبِ
وَتُصَلِّي بِهِ الْمَغْرِبَ، وَتَتَوَضَّأُ لِبَاقِي الصَّلَوَاتِ، لِاحْتِمَالِ
الِانْقِطَاعِ عِنْدَ الْغُرُوبِ دُونَ مَا سِوَاهُ. (وَتَصُومُ رَمَضَانَ)
لِاحْتِمَالِ أَنْ تَكُونَ طَاهِرَةً جَمِيعَهُ (ثُمَّ شَهْرَيْنِ كَامِلَيْنِ)
بِأَنْ يَكُونَ رَمَضَانُ ثَلَاثِينَ، وَتَأْتِي بَعْدَهُ بِثَلَاثِينَ يَوْمًا
مُتَوَالِيَةً
(Berkata ia Imam al-Nawawi dalam kitab syarah Al muhadzdzab mengutip dari pada pendapat Ashab: Maka jika mengetahui ia perempuan akan waktu putusnya darah, seperti pada saat terbenam matahari, niscaya wajib akannya perempuan oleh mandi pada tiap-tiap hari sesudah terbenam matahari,
dan sembahyang ia perempuan dengannya wudhu' akan sembahyang magrib dan berwudhu' ia perempuan bagi sisa dari sembahyang yang lain, karena kemungkinan putus darah di ketika terbenam matahari, ketiadaan saat lainnya terbenam matahari.
(Dan berpuasa ia perempuan pada bulan Ramadhan) karena mungkin bahwa keadaannya perempuan itu yang suci pada sekaliannya bulan Ramadan, (Kemudian pada 2 bulan yang sempurna sesudahnya Ramadhan) maksudnya dengan bahwa keadaan Ramadhan itu 30 hari, dan melaksanakan puasa lagi Ia perempuan sesudahnya bulan Ramadhan dengan 30 hari secara beriringan.
(فَيَحْصُلُ) لَهَا (مِنْ كُلٍّ) مِنْهُمَا (أَرْبَعَةَ عَشَرَ)
يَوْمًا، لِاحْتِمَالِ أَنْ تَحِيضَ فِيهِمَا أَكْثَرَ الْحَيْضِ، وَيَطْرَأَ
الدَّمُ فِي يَوْمٍ، وَيَنْقَطِعَ فِي آخَرَ فَتَفْسُدَ سِتَّةَ عَشَرَ يَوْمًا
مِنْ كُلٍّ مِنْهُمَا، فَإِنْ كَانَ رَمَضَانُ نَاقِصًا حَصَلَ لَهَا مِنْهُ
ثَلَاثَةَ عَشَرَ يَوْمًا.
(Maka hasil sah puasa) baginya perempuan (dari tiap-tiap) dari pada keduanya bulan (oleh 14) hari, karena mungkin bahwa ber-haidh Ia perempuan pada keduanya bulan akan sebanyak-banyak haid dan mungkin bahwa datanglah darah istihadhah pada satu hari, dan mungkin bahwa putus ia darah pada akhir, maka rusaklah puasa 16 hari dari tiap-tiap dari pada keduanya bulan.
Maka jika adalah bulan Ramadan itu yang kurang, niscaya hasil baginya perempuan dari padanya Ramadan oleh sah puasa 13 hari.
(ثُمَّ تَصُومُ مِنْ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ) يَوْمًا
(ثَلَاثَةً أَوَّلَهَا وَثَلَاثَةً آخِرَهَا فَيَحْصُلُ الْيَوْمَانِ الْبَاقِيَانِ)
لِأَنَّ الْحَيْضَ إنْ طَرَأَ فِي الْيَوْمِ الْأَوَّلِ مِنْ صَوْمِهَا فَغَايَتُهُ أَنْ يَنْقَطِعَ فِي السَّادِسَ عَشَرَ،
فَيَصِحَّ لَهَا الْيَوْمَانِ الْأَخِيرَانِ.
(Kemudian berpuasa Ia perempuan dari 18) hari buln sesudahnya (akan 3 hari pada awalnya 18 hari dan akan 3 hari pada akhirnya 18 hari, maka hasil puasa oleh 2 hari yang tersisa).
karena bahwa sungguh darah haid itu jika datang ia haidh pada hari yang pertama dari puasanya perempuan, maka bermula habisnya darah haid itu bahwa putus ia haidh pada hari ke-16. Maka sah puasa baginya perempuan oleh 2 hari yang terakhir.
وَإِنْ طَرَأَ فِي الْيَوْمِ
الثَّانِي صَحَّ لَهَا الْأَوَّلَ وَالْأَخِيرَ، أَوْ فِي الثَّالِثِ صَحَّ لَهَا
الْأَوَّلَانِ، أَوْ فِي السَّادِسَ عَشَرَ صَحَّ لَهَا الثَّانِي وَالثَّالِثُ،
أَوْ فِي السَّابِعَ عَشَرَ صَحَّ السَّادِسَ عَشَرَ وَالثَّالِثَ، أَوْ فِي
الثَّامِنَ عَشَرَ صَحَّ السَّادِسَ عَشَرَ وَالسَّابِعَ عَشَرَ.
Dan jika datang ia haidh pada hari yang kedua, niscaya sah puasa baginya perempuan oleh hari pertama dan hari terakhir. Atau datang haidh pada hari ke-3, niscaya sah puasa baginya perempuan oleh dua hari yang pertama. Atau datang haidh pada hari ke-16, niscaya sah baginya perempuan oleh puasa hari kedua dan hari ketiga.
Atau datang haidh pada hari yang ketujuh belas, niscaya sahlah puasa hari yang ke-16 dan hari ke tiga. Atau datang haidh pada hari ke 18, niscaya sah puasa hari ke-16 dan hari ke 17.
(وَيُمْكِنُ قَضَاءُ
يَوْمٍ بِصَوْمِ يَوْمٍ ثُمَّ الثَّالِثِ وَالسَّابِعَ عَشَرَ) مِنْ الْيَوْمِ
الْأَوَّلِ لِأَنَّ الْحَيْضَ إنْ طَرَأَ فِي الْيَوْمِ الْأَوَّلِ سَلِمَ
السَّابِعَ عَشَرَ أَوْ فِي الثَّالِثِ سَلِمَ الْأَوَّلُ، وَإِنْ كَانَ آخِرُ
الْحَيْضِ الْأَوَّلَ سَلِمَ الثَّالِثُ، أَوْ الثَّالِثَ سَلِمَ السَّابِعَ
عَشَرَ.
(Dan mungkin lah meng-qadha 1 hari dengan cara berpuasa 1 hari kemudian berpuasa di hari ketiga dan di hari ke-13) dari pada hari yang pertama, karena bahwa sungguh haidh, Jika datang ia haidh pada hari yang pertama, niscaya selamatlah hari ke 17, atau datang haidh pada hari ketiga, niscaya selamatlah hari yang pertama.
Dan jika adalah akhir haidh itu hari yang pertama, niscaya selamatlah hari yang ketiga. Atau adalah akhir haidh itu hari ketiga niscaya selamatlah hari ke-17.
(وَإِنْ
حَفِظَتْ شَيْئًا) مِنْ عَادَتِهَا دُونَ شَيْءٍ كَأَنْ حَفِظَتْ الْوَقْتَ دُونَ
الْقَدْرِ أَوْ عَكْسَ ذَلِكَ (فَلِلْيَقِينِ) مِنْ حَيْضٍ وَطُهْرٍ (حُكْمُهُ
وَهِيَ فِي الْمُحْتَمَلِ) لِلْحَيْضِ وَالطُّهْرِ (كَحَائِضٍ فِي الْوَطْءِ
وَطَاهِرٍ فِي الْعِبَادَةِ وَإِنْ احْتَمَلَ انْقِطَاعًا وَجَبَ الْغُسْلُ
لِكُلِّ فَرْضٍ) احْتِيَاطًا، وَيُسَمَّى مُحْتَمَلُ الِانْقِطَاعِ طُهْرًا
مَشْكُوكًا فِيهِ وَاَلَّذِي لَا يَحْتَمِلُهُ حَيْضًا مَشْكُوكًا فِيهِ.
(Dan jika menjaga Ia perempuan akan sesuatu) dari kebiasaannya perempuan ketiadaan sesuatu yang lain, seperti bahwa menjaga Ia perempuan akan waktu ketiadaan ukuran atau sebalik demikian, (niscaya maka Sabit bagi keyakinan) dari pada tentang haid dan suci (itu hukumnya keyakinan).
Dan bermula dia perempuan pada saat yang memungkinkan) bagi haidh dan suci (itu Sabit seperti wanita yang ber-haidh pada tentang persetubuhan, dan seperti wanita yang suci pada tentang ibadah,
Dan jika memungkinkan ia darah haid akan putus, niscaya wajiblah mandi bagi tiap-tiap sembahyang fardhu) karena berhati-hati.
Dan dinamakan akan saat yang mungkin putus darah akan masa suci yang diragukan padanya masa suci. Dan dinamakan akan alladzi/ Masa yang tidak memungkinkan ia masa akannya putus darah, akan masa haid yang diragukan padanya masa haidh.
وَالْحَافِظَةُ
لِلْوَقْتِ كَأَنْ تَقُولَ كَانَ حَيْضِي يَبْتَدِئُ أَوَّلَ الشَّهْرِ فَيَوْمٌ
وَلَيْلَةٌ مِنْهُ حَيْضٌ بِيَقِينٍ، وَنِصْفُهُ الثَّانِي طُهْرٌ بِيَقِينٍ،
وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ يَحْتَمِلُ الْحَيْضَ وَالطُّهْرَ وَالِانْقِطَاعَ.
وَالْحَافِظَةُ لِلْقَدْرِ كَأَنْ تَقُولَ حَيْضِي خَمْسَةٌ فِي الْعَشْرِ
الْأُوَلِ مِنْ الشَّهْرِ لَا أَعْلَمُ ابْتِدَاءَهَا وَأَعْلَمُ أَنِّي فِي
الْيَوْمِ الْأَوَّلِ طَاهِرٌ، فَالسَّادِسُ حَيْضٌ بِيَقِينٍ وَالْأَوَّلُ طُهْرٌ
بِيَقِينٍ كَالْعِشْرِينِ الْأَخِيرِينَ، وَالثَّانِي إلَى آخِرِ الْخَامِسِ
مُحْتَمَلٌ لِلْحَيْضِ وَالطُّهْرِ وَالسَّابِعُ إلَى آخِرِ الْعَاشِرِ مُحْتَمَلٌ
لِلِانْقِطَاعِ أَيْضًا.
Dan bermula yang menjaga bagi waktu, itu seperti bahwa berkata Ia perempuan: adalah haidh-ku itu mulai ia haidh pada awal bulan. Maka bermula 1 hari dan 1 malam dari padanya bulan itu haidh dengan yakin. Dan bermula pertengahannya bulan yang kedua itu suci dengan yakin. Dan bermula Ma/ massa diantara demikian hari pertama dan setengah bulan terakhir itu Mungkin ia masa akan haidh dan suci dan putus darah.
Maka bermula yang menjaga bagi ukuran, itu Seperti bahwa berkata Ia perempuan: bermula haidh-ku itu 5 hari pada 10 hari yang pertama dari pada satu bulan, yang tidak aku ketahui akan permulaannya haidh, dan aku ketahui akan bahwa sesungguhnya aku pada hari yang pertama itu yang suci.
Maka bermula hari yang ke-6 itu haidh dengan yakin, dan bermula hari yang pertama itu suci dengan yakin, sama seperti 20 hari yang terakhir.
Dan bermula hari yang kedua hingga akhir hari yang kelima itu memungkinkan bagi haid dan suci. Dan bermula hari yang ketujuh hingga akhir hari kesepuluh itu yang memungkinkan bagi putus darah pula.
وَالْأَظْهَرُ
أَنَّ دَمَ الْحَامِلِ وَالنَّقَاءَ بَيْنَ) دِمَاءِ (أَقَلِّ الْحَيْضِ)
فَأَكْثَرَ (حَيْضٌ) أَمَّا فِي الْأُولَى فَلِأَنَّهُ بِصِفَةِ دَمِ الْحَيْضِ،
وَمُقَابِلُهُ فِيهَا يَقُولُ: هُوَ دَمُ فَسَادٍ إذْ الْحَمْلُ يَسُدُّ مَخْرَجَ
دَمِ الْحَيْضِ. وَسَوَاءٌ عَلَى الْأَوَّلِ تَخَلَّلَ بَيْنَ انْقِطَاعِ الدَّمِ
وَالْوِلَادَةِ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا أَمْ أَقَلُّ، وَقِيلَ، فِي تَخَلُّلِ
الْأَقَلِّ لَيْسَ بِحَيْضٍ،
(Dan bermula pendapat "Azhar"/ kuat itu bahwa sungguh darah perempuan yang hamil dan darah perempuan Suci diantara) darah-darah (sekurang-kurang haidh), maka terlebih banyak, (itu darah haidh). Adapun pada masalah yang pertama karena bahwa sesungguhnya darah itu dengan ciri-ciri darah haidh.
Dan bermula lawannya pendapat Azhar padanya masalah pertama itu berkata iya lawan pendapat: bermula ia darah perempuan hamil itu darah penyakit, karena bermula hamil itu menyumbat ia hamil akan tempat keluar darah haidh.
Dan bersamaan berdasarkan di atas pendapat pertama, menyelangi diantara putus darah dan melahirkan, oleh 15 hari atau lebih sedikit . Dan dikatakan pendapat lain pada menyelangi lebih sedikit cari 15 hari: tiadalah darah itu haidh.
وَأَمَّا الثَّانِيَةُ وَهِيَ أَنْ تَرَى وَقْتًا
دَمًا وَوَقْتًا نَقَاءً وَهَكَذَا، وَلَمْ يُجَاوِزْ ذَلِكَ خَمْسَةَ عَشَرَ
يَوْمًا، وَلَمْ تَنْقُصْ الدِّمَاءُ عَنْ قَلِّ
الْحَيْضِ فَهِيَ حَيْضٌ.
وَالنَّقَاءُ بَيْنَهُمَا حَيْضٌ فِي الْأَظْهَرِ تَبَعًا لَهَا
Dan Adapun bermula masalah yang kedua, -Dan bermula dia masalah yang kedua itu bahwa melihat ia perempuan pada satu waktu akan darah dan pada satu waktu akan bersih dari darah dan seterusnya, dan tidak melewati lah demikian kejadian akan 15 hari dan tidak kuranglah darah-darah dari sekurang-kurang haid-, itu niscaya maka bermula dia darah itu haid, dan bermula masa bersih di antara keduanya darah-darah itu haidh juga manurut pada pendapat "Azhar"/kuat, karena mengikuti baginya darah haidh.
وَالثَّانِي
يَقُولُ: هُوَ طُهْرٌ فِي الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ وَالْغُسْلِ وَنَحْوِهَا دُونَ
الْعِدَّةِ وَالطَّلَاقِ. وَالنَّقَاءُ بَعْدَ آخِرِ الدِّمَاءِ طُهْرٌ قَطْعًا،
وَإِنْ نَقَصَتْ الدِّمَاءُ عَنْ أَقَلِّ الْحَيْضِ فِهي دَمُ فَسَادٍ، وَإِنْ
زَادَتْ مَعَ النَّقَاءِ بَيْنَهَا عَلَى خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فَهِيَ دَمُ
اسْتِحَاضَةٍ
Dan bermula pendapat kedua itu berkata: bermula dia Masa bersih itu hukum suci pada tentang puasa dan sembahyang dan mandi dan seumpamanya tiap-tiap, ketiadaan tentang 'iddah dan thalak. Dan bermula masa bersih sesudah akhir darah-darah itu suci secara pasti.
Dan jika kuranglah darah dari pada sekurang-kurang haidh, niscaya maka bermula dia darah itu darah penyakit. Dan jika lebih ia darah beserta Suci diantaranya darah-darah di atas 15 hari, niscaya maka bermula dia darah itu darah istihadhah.
)وَأَقَلُّ النِّفَاسِ)
أَيْ الدَّمِ الَّذِي أَوَّلُهُ يَعْقُبُ الْوِلَادَةَ (لَحْظَةٌ وَأَكْثَرُهُ سِتُّونَ)
يَوْمًا (وَغَالِبُهُ أَرْبَعُونَ) يَوْمًا فِيمَا اسْتَقْرَأَهُ الْإِمَامُ الشَّافِعِيُّ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، وَعَبَّرَ بَدَلَ اللَّحْظَةِ فِي التَّحْقِيقِ كَالتَّنْبِيهِ
بِالْمَجَّةِ أَيْ الدَّفْعَةِ، وَفِي الرَّوْضَةِ كَالشَّرْحِ بِأَنَّهُ لَا حَدَّ
لِأَقَلِّهِ، أَيْ لَا يَتَقَدَّرُ بَلْ مَا وُجِدَ مِنْهُ، وَإِنْ قَلَّ يَكُونُ نِفَاسًا،
(Dan bermula sekurang-kurang darah nifas), artinya masa darah alladzi yang bermula awalnya darah itu mengiringi ia awal darah akan melahirkan (itu sesa'at. Dan bermula sebanyak-banyaknya masa nifas itu 60) hari.(Dan bermula kebiasaannya darah nifas itu 40) hari pada ma/keterangan yang di teliti akannya keterangan oleh Imam as-Syafi'i radhiallahu 'anhu.
Dan Imam Nawawi mengi Barat akan pengganti kata-kata "lahzhah" dalam kitab tahqiq, sama seperti kitab tambih, dengan kata-kata "majjah", artinya sekali keluar. Dan Imam al-Nawawi mengibarat dalam kitab al-Raudhah sama seperti kitab Syarh al-kabir dengan bahwa sesungguhnya darah nifas itu tiada batasan bagi sekurang-kurangnya nifas, artinya tidak ada ukuran ia sekurang-kurang darah, tapi bermula ma/darah yang didapati akannya darah yaitu dari pada nifas, sekalipun sedikit ia darah, niscaya keadaannya darah itu nifas
وَلَا يُوجَدُ أَقَلُّ مِنْ مَجَّةٍ وَيُعَبَّرُ عَنْ زَمَانِهَا بِاللَّحْظَةِ، فَالْمُرَادُ مِنْ الْعِبَارَاتِ
وَاحِدٌ. (وَيَحْرُمُ بِهِ مَا حَرُمَ بِالْحَيْضِ) قِيَاسًا عَلَيْهِ، وَمِنْ ذَلِكَ
حُرْمَةُ الطَّلَاقِ كَمَا صَرَّحَ بِهِ الرَّافِعِيُّ فِي بَابِهِ، وَالْمُصَنِّفُ
هُنَا.
Dan tidak didapati akan lebih kurang dari sekali keluar. Dan diibaratkan dari pada masanya sekali keluar dengan sesaat. Maka bermula maksud dari pada beberapa ibarat itu satu/sama.
(Dan haram dengan sebabnya nifas oleh Ma/ segala sesuatu yang haram ia sesuatu dengan sebab haidh), karena meng-qiyas diatasnya haidh. Dan sabit sebagian dari demikian perkara haram itu haram menthalak istri, sebagaimana keterangan yang diperjelas dengannya keyerangan oleh ar-Rofi'i pada bab thalak, dan diperjelas oleh sang pengarang di sini.
)وَعُبُورُهُ سِتِّينَ) يَوْمًا
(كَعُبُورِهِ) أَيْ الْحَيْضِ (أَكْثَرَهُ) فَيُنْظَرُ أَمُبْتَدَأَةٌ فِي النِّفَاسِ
أَمْ مُعْتَادَةٌ، مُمَيِّزَةٌ أَمْ غَيْرُ مُمَيِّزَةٍ وَيُقَاسُ بِمَا تَقَدَّمَ
فِي الْحَيْضِ، فَتُرَدُّ الْمُبْتَدَأَةُ الْمُمَيِّزَةُ إلَى التَّمْيِيزِ بِشَرْطِ
أَنْ لَا يَزِيدَ الْقَوِيُّ عَلَى سِتِّينَ يَوْمًا، وَلَا ضَبْطَ فِي الضَّعِيفِ.
وَغَيْرُ الْمُمَيِّزَةِ إلَى لَحْظَةٍ فِي الْأَظْهَرِ،
(Dan bermula melewatinya darah nifas akan 60) hari (itu sabit seperti melewatinya), artinya darah haidh (akan sebanyak-banyaknya masa haidh). Maka ditinjaukan akan perempuan yang baru mulai pada nifas, atau yang sudah biasa, yang dapat membedakan darah atau tidak dapat membedakan, dan di-qiyas-kan akannya nifas dengan ma/keterangan yang telah lalu pada masalah haidh.
Maka di pedoman kan -akan perempuan yang baru mulai berhaidh yang bisa membedakan darah- kepada perbedaan dengan syarat bahwa tidak lebihlah darah yang kuat di atas 60 hari. Dan tiada batasan pada darah yang lemah. Dan dipedomankan perempuan yang tidak bisa membedakan-kepada sesaat, menurut pendapat Azhar/ kuat.
وَالْمُعْتَادَةُ الْمُمَيِّزَةُ إلَى التَّمْيِيزِ لَا الْعَادَةِ
فِي الْأَصَحِّ، وَغَيْرُ الْمُمَيِّزَةِ الْحَافِظَةِ إلَى الْعَادَةِ، وَتَثْبُتُ
بِمَرَّةٍ فِي الْأَصَحِّ، وَالنَّاسِيَةُ إلَى مَرَدِّ الْمُبْتَدَأَةِ فِي قَوْلٍ،
وَتَحْتَاطُ فِي الْآخَرِ الْأَظْهَرِ فِي التَّحْقِيقِ.
Dan di pedoman kan akan perempuan yang sudah biasa bernifas yang bisa membedakan, kepada perbedaan darah bukan pada kebiasaannya, menurut pada pendapat ashah/ kuat. Dan di pedoman kan akan perempuan yang tidak bisa membedakan yang menjaga kebiasaan, kepada kebiasaannya, dan sebut ia kebiasaan dengan satu kali menurut pada pendapat
ashah/ kuat.
Dan dipedomankan perempuan yang lupa kepada tempat pedoman perempuan yang sudah biasa, menurut pada satu pendapat. Dan di hati-hati kan akannya perempuan yang lupa menurut pada pendapat lain yang lebih zahir ia pendapat dalam Kitab Tahqiq.
Selanjutnya>>Mohon kritik dan sarannya ya temen-temen, karena pastinya terjemahan ini masih banyak kekurangan.
Semoga berkah..., Terimakasih.
Minta pdfnya
BalasHapusMaaf belum ada pdf nya
BalasHapus