HIV AIDS Sebagai Faktor Fasakh Nikah Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah (Bag.III) Bahan Skripsi dan Makalah Lengkap [Kitabkuning90] - KitabKuning90 -->

HIV AIDS Sebagai Faktor Fasakh Nikah Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah (Bag.III) Bahan Skripsi dan Makalah Lengkap [Kitabkuning90]

HIV AIDS sebagai faktor fasakh nikah- kitabkuning90
HIV AIDS

Sebelumnya >>

Bagian I: Gambaran Umum HIV AIDS

Bagian II: Ketentuan Aib Penyakit Yang Membolehkan Fasakh Nikah Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah

Bahan Skripsi dan Makalah Lengkap Dengan Referensi Kajian Kitab Kuning Pondok Pesantren

Bagian III:

HIV AIDS Sebagai Faktor Fasakh Nikah Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, Infeksi dari HIV menyebabkan pengurangan cepat dari sistem kekebalan tubuh yang menyebabkan kekurangan imun. Bila HIV sudah sampai pada tingkat stadium lanjut maka akan terjadi AIDS dan dampak negatif yang ditimbulkan penyakit HIV AIDS sama persis dengan dampak negatif yang ditimbulkan penyakit judzam dan barash (lepra), sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab klasik fiqh Syāfi’iyyah dampak negatif dari penyakit judzam dan barash (lepra) yang sangat ditakuti sehingga membolehkan fasakh nikah adalah menjijikkan dan dapat menular kepada pasangan, anak maupun orang lain yang berada di dekatnya, sehingga menghalangi kepuasan dalam hubungan suami istri, sebab itulah syariat memberi pilihan bagi pasangan si penderita judzam dan barash (lepra) untuk mem-fasakh nikah bila ia tidak sanggup bersabar. Sebagaimana pernyataan Syaikh Al-Qalyubi berikut:

(أَوْ جُذَامًا أَوْ بَرَصًا) لِأَنَّ كُلًّا مِنْهُمَا تَعَافُهُ النَّفْسُ وَيُعْدِي فِي الزَّوْجِ أَوْ الزَّوْجَةِ أَوْ الْوَلَدِ[1]

Artinya: “Atau terdapat aib penyakit Judzam atau barash (lepra), karena tiap-tiap keduanya dirasa jijik oleh jiwa dan dapat menular ke suami atau istri atau anak”.

Begitujuga penyakit HIV AIDS, dampak negatif yang sangat ditakuti dari penyakit ini juga dari segi menjijikkan dan penularan yang ganas. Segi menjijikkannya HIV AIDS sama persis dengan menjijikkannya penyakit barash (lepra), bahkan lebih menjijikkan lagi HIV AIDS. Menjijikkan penyakit positif barash (lepra) adalah sebab terjadi perubahan pada warna kulit menjadi putih sampai kedaging hingga cendrung seperti kulit mati yang bila dicubit sekeras-kerasnya tidak tampak lagi warna merah. Sebagaimana pernyataan Syaikh Sulaiman Al-Jamal:

(قَوْلُهُ وَمُسْتَحْكِمُ بَرَصٍ) الِاسْتِحْكَامُ فِيهِ أَنْ يَصِلَ إلَى الْعَظْمِ بِحَيْثُ إذَا فُرِكَ فَرْكًا شَدِيدًا لَا يَحْمَرُّ[2]

Artinya: “(Perkataan pengarang: Dan yang sudah positif penyakit barash (lepra)), Ketetapan positif pada penyakit lepra yaitu bila penyakit tersebut sudah sampai ke tulang, dengan ukuran bila dicubit sekeras-kerasnya, tidak akan merah lagi”.

Begitujuga penjelasan dari Syaikh Muhammad al-Ramli dalam kitab Nihayah al-Muhtaj sebagai berikut:

(أَوْ بَرَصًا) وَهُوَ بَيَاضٌ شَدِيدٌ يُبَقِّعُ الْجِلْدَ وَيُذْهِبُ دَمَوِيَّتَهُ[3]

Artinya:  “(atau barash (lepra)) yaitu warna putih-putih yang bersangatan meliputi kulit dan menghilangkan kandungan darahnya”.

Syaikh Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj menjelaskan sisi sebab diberikannya hak fasakh pada salah satu pasangan suami istri yang pasangannya terdapat aib fasakh, berikut keterangan beliau:

وقياسا أولويا في الكل على ثبوت خيار البيع بدون هذه إذ الفائت ثم مالية يسيرة وهنا المقصود الأعظم وهو الجماع أو التمتع لا سيما والجذام والبرص يعديان المعاشر والولد أو نسله كثيرا كما جزم به في الأم في موضع[4]

Artinya: “(Dan sebut juga hak khiyar dengan dalil) qiyas awlawi pada tiap-tiap penyakit tersebut di atas sebutnya khiyar bai’ dengan selain aib ini, karena yang hilang disana adalah harta, sedangkan disini yang hilang adalah tujuan besar hidup, yaitu hubungan badan atau bersenggama, lebih lagi pada aib penyakit judzam dan barash yang keduanya dapat menular kepada orang-orang sekitar, anak dan keturunan pada kebanyakan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam al-Syafi’I dalam kitab al-Umm pada satu tempat”.

 

Pernyataan ini juga didukung oleh Syaikh Jalaluddin al-Mahalli dalam kitab Hasyiyah al-Mahalli berikut:

(ثبت) للواحد (الخيار في فسخ النكاح) لفوات الاستمتاع المقصود منه بواحد مما ذكر[5]

Artinya: “(Sebutlah) bagi salah seorang suami istri (yaitu hak khiyar pada fasakh nikah) karena hilang kesenagan hubungan badan yang dimaksudkan dari sebuah pernikahan dengan sebab salah satu dari aib-aib tersebut”.

Namun untuk dijadikan sebagai aib sebab fasakh nikah, penyakit judzam dan barash haruslah disertai kesaksian ahli medis yang menyatakan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien memang benar-benar positif judzam dan barash, Bila penyakit tersebut belum sampai tingkat positif maka belum dapat dijadikan alas an atau sebab untuk membuat gugatan fasakh nikah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Jalaluddin al-Mahalli dalam kitab Hasyiyah al-Mahalli berikut

وحكى الإمام عن شيخه، أن أوائل الجذام والبرص لا يثبت الخيار، وإنما يثبته للمستحكم[6]

Artinya: “Imam al-Haramain menghikayah pendapat dari Gurunya menyatakan bahwa gejala-gejala judzam dan barash tidak dapat menetapkan hak khiyar, melainkan yang dapat menetapkannya adalah bagi penyakit yang sudah positif”.

Keterangan di atas juga didukung oleh Syaikh Muhammad Al-Ramli dalam karya beliau sebagai berikut:

ومحل ذلك بعد استحكامهما، أما أوائلهما فلا خيار به كما صرح به الجويني، قال: والاستحكام في الجذام يكون بالتقطع، وتردد الإمام فيه وجوز الاكتفاء باسوداده وحكم أهل المعرفة باستحكام العلة[7]

Artinya: “Tempat berlakunya hukum fasakh demikian adalah sesudahnya ditetapkan positif kedua penyakit tersebut. Adapun yang baru gejala saja maka tidak sebut khiyar dengan sebabnya. Sebagaimana yang dipertegas oleh Syaikh al-Juwaini. Beliau berkata; Tanda positif pada penyakit judzam adalah berguguran kulit dan daging penderitanya, akan tetapi Imam al-Haramain maragukannya dan kemudian menganggapnya boleh memada dengan menghitamnya tubuh dan ketetapan ahli medis yang mengetahui tentang kadar ketetapan positif penyakit tersebut”.

 

Syaikh al-Khathib al-Syarbini juga mendukung penjelasan demikian dalam karya beliau berikut:

(أو برصا) وهو بياض شديد يبقع الجلد ويذهب دمويته ثبت له الخيار كما مر. هذا إذا كانا مستحكمين، بخلاف غيرهما من أوائل الجذام، والبرص لا يثبت به الخيار كما صرح به الجويني قال: والاستحكام في الجذام يكون بالتقطع وتردد الإمام فيه وجوز الاكتفاء باسوداده، وحكم أهل المعرفة باستحكام العلة[8]

Artinya: “(Atau terdapat penyakit barash) yaitu putih yang bersangatan pada kulit dan seolah menghilangkan darah, maka sebutlah hak khiyar, sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Ketentuan ini beralku bila kedua penyakit tersebut sudah ditetapkan positif, berbeda dengan lainnya yang masih gejala judzam dan barash, maka tidak sebut khiyar, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syaikh al-Juwaini. Beliau berkata; Ketetapan positif pada penyakit judzam adalah berguguran daging. Namun Imam meragukannya dan membolehkan memada denagn menghitamnya kulit yang disertai ketetapan dari ahli medis yang mengetahui ketentuan positif penyakit tersebut”.

Dalam fiqh, hak fasakh diputuskan oleh hakim pengadilan berdasarkan pengajuan dari suami, istri, wakilnya, atau pihak berwenang yang sudah mukallaf, balig, dan berakal sehat, dengan catatan bila yang menjadi penyebab fasakh adalah perkara-perkara yang membutuhkan tinjauan dan pertimbangan hakim. Gugatan fasakh nikah yang akan dilakukan oleh seseorang dengan alasan penyakit HIV AIDS pun harus dilakukan melalui keputusan hakim di pengadilan, sebagaimana keteranagan yang dipaparkan oleh Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fath Al-Mu’in sebagai berikut:

ومن عيوب النكاح رتق وقرن فيها وجب وعنة فيه فلكل من الزوجين الخيار فورا في فسخ النكاح بما وجد من العيوب المذكورة في الآخر بشرط أن يكون بحضور الحاكم[9]

Artinya: “Sebagian dari aib-aib nikah diantaranya adalah rataq dan qarn pada wanita dan jub dan ‘anah pada laki-laki, maka boleh bagi tiap-tiap suami istri untuk memilih dengan segera untuk fasakh nikah sebab ada aib tersebut pada pasangannya dengan ketentuan harus dalam keadaan disertai kehadiran hakim”.

HIV stadium lanjut AIDS juga menghasilkan dampak yang menjijikkan, yaitu terjadi perubahan warna kulit berwarna coklat, merah, ungu, atau merah muda, luka-luka pada mulut, batuk-batuk parah dan badan kurus mengering.[10] Maka atas dasar keterangan ini, penyakit HIV AIDS, baru dapat dijadikan sebagai aib yang membolehkan fasakh nikah harus sudah dinyatakan oleh ahli medis sebagai HIV stadium lanjut AIDS, karena penderita yang sudah sampai tingkat inilah yang sudah menderita dampak-dampak yang menjijikkan dan penularan ganas. Adapun untuk dapat melakukan gugatan fasakh dengan alasan penyakit HIV AIDS ini, harus dilaporkan kepada hakim dipengadilan.

D. Analisis Penulis

Memandang dari penjelasan tentang bahayanya HIV AIDS dan betapa syari’at menjaga hak dan kewajiban ummat, baik dalam bermasyarakat maupun dalam keluarga, kiranya sejauh ini penulis dapat menarik kesimpulan tentang kedudukan penyakit HIV AIDS dalam sebuah pernikahan. Dalam hal ini menurut penulis berdasarkan keterangan yang ada bahwa virus HIV AIDS dapat dijadikan alasan dalam pembatalan atau Fasakh nikah, dikarenakan dampak negatif bahayanya tidak berbeda dari aib penyakit-penyakit yang telah ditetapkan sebagai sebab Fasakh nikah dalam fiqh klasik Syāfi’iyyah. Dampak negatif yang ditimbulkan penyakit HIV AIDS sama persis dengan dampak negatif yang ditimbulkan penyakit judzam dan barash (lepra), sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab klasik fiqh Syāfi’iyyah dampak negatif dari penyakit judzam dan barash (lepra) yang sangat ditakuti sehingga membolehkan Fasakh nikah adalah menjijikkan dan dapat menular kepada pasangan, anak maupun orang lain yang berada di dekatnya, sehingga menghalangi kepuasan dalam hubungan suami istri, sebab itulah syariat memberi pilihan bagi pasangan si penderita judzam dan barash (lepra) untuk memFasakh nikah bila ia tidak sanggup bersabar.[11]

Begitujuga penyakit HIV AIDS, dampak negatif yang sangat ditakuti dari penyakit ini juga dari segi menjijikkan dan penularan yang ganas. Segi menjijikkannya HIV AIDS sama persis dengan menjijikkannya penyakit barash (lepra), bahkan lebih menjijikkan lagi HIV AIDS. Menjijikkan penyakit positif barash (lepra) adalah sebab terjadi perubahan pada warna kulit menjadi putih sampai kedaging hingga cendrung seperti kulit mati. Begitu pula yang terjadi pada pasien positif HIV AIDS, terjadi perubahan warna kulit berwarna coklat, merah, ungu, atau merah muda, luka-luka pada mulut, batuk-batuk parah dan badan kurus mengering.[12]

Namun untuk dapat dijadikan sebagai aib Fasakh nikah, penyakit tersebut harus sudah dinyatakan positif, bukan hanya baru gejala saja. Dalam hal ini menurut pendapat kuat yang menetapkan positif penyakit tersebut tidak mesti hakim, tapi cukup pernyataan dari ahli medis yang berpengalaman tentang penyakit tersebut.[13] Maka dalam hal penyakit HIV AIDS, baru dapat dijadikan sebagai aib yang membolehkan Fasakh nikah juga harus sudah dinyatakan HIV stadium lanjut AIDS, karena penderita yang sudah sampai tingkat inilah yang sudah menderita dampak-dampak yang menjijikkan.

FOOTNOTE:

[1]Ahmad ibn Ahmad Al-Qulyubi, Hasyiyyah Qulyubi wa ‘Amirah, jld.III…, h.262
[2]Syaikh Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyyah Al-Jamal ‘ala Syarh Al-Manhaj, jld.IV…, h.213
[3]Muhammad Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, jld.VI…, h.309
[4]Ahmad ibn Hajar Al-Haitamy, Tuhfah al-Muhtaj, Jld. VII, (Beirut: Dar Al-Fikr 2009), h.347
[5]Jalaluddin al-Mahalli, Al-Mahalli, Jld.III (Bandung: Syirkah Nur Asia, t.t), h.262
[6]Jalaluddin al-Mahalli, Al-Mahalli, Jld.III (Bandung: Syirkah Nur Asia, t.t), h.262-263
[7]Syaikh Muhammad Al-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh Al-Minhaj, Jld.VI, (Beirut: Dar Al-Fikri, 1984), h.309

[8]Syamsuddin Muhammad Al-Khathib Al-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifah Ma’ani Alfadz Al-Minhaj, Jld. IV, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1994), h.340
[9]Syaikh Zainuddīn Ahmad Al-Malibarī, Fath Al-Mu’īn bi syarh qurrah al-īn bi al-muhimmah al-dīn, (Beirut: Dar Ibn Hazm, tth), h. 480
[10]Adelia Marista Safitri, 3 Tahapan Stadium HIV: dari Infeksi Akut Sampai Menjadi AIDS, (Online) https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hivaids/berapa-lama-stadium-infeksi-masa-hiv/, diakses pada 20 Maret 2020

[11]Ahmad ibn Ahmad Al-Qulyubi, Hasyiyyah Qulyubi wa ‘Amirah, jld.III, (Maktabah Syamilah Ar-raudah v.3.61, 2014), h.262
[12]Adelia Marista Safitri, 3 Tahapan Stadium HIV: dari Infeksi Akut Sampai Menjadi AIDS, (Online) https://hellosehat.com/pusat-kesehatan/hivaids/berapa-lama-stadium-infeksi-masa-hiv/, diakses pada 20 Maret 2020
[13]Syaikh Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyyah Al-Jamal ‘ala Syarh Al-Manhaj, jld.IV, (Maktabah Syamilah Ar-raudah v.3.61, 2014), h.213

Terimakasih... Semoga bermanfaat dunia wal akhirat.

0 Response to "HIV AIDS Sebagai Faktor Fasakh Nikah Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah (Bag.III) Bahan Skripsi dan Makalah Lengkap [Kitabkuning90]"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel