Terjemahan Kitab - Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatil Awam - Makna pesantren | Sifat Wujud [Kitabkuning90] - KitabKuning90 -->

Terjemahan Kitab - Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatil Awam - Makna pesantren | Sifat Wujud [Kitabkuning90]

Terjemahan Kitab Hasyiyah Al-Bajuri Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatul Awam - Makna Pesantren Lengkap - Kitab Tauhid Salafi - Kitabkuning90.
Terjemah Kifayatul awam | tahqiqul maqam | Hasyiyah al bajuri
Hasyiyah Bajuri Tahqiqul Maqam
Klik halaman sebelumnya>> untuk melihat terjemahan halaman sebelumnya.
Sambungan terjemahan kitab Hasyiyah Al-Bajuri Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatil awam tentang: "Sifat Pertama Yang Wajib Pada Allah yaitu Wujud"
Dan sungguh akan kami bahas untuk engkau akan segala 'aqidah yang 50 secara global sebelum pembahasannya 'aqidah 50 secara terperinci.

Maka ketahuilah oleh mu bahwa sungguhnya keadaan itu wajiblah/pasti ada bagi-Nya Allah SWT oleh 20 sifat, dan mustahil di atas-Nya Allah oleh 20 sifat, dan harus/mungkin saja pada hak-Nya Allah ta'ala oleh perkara yang satu. Maka bermula ini (semua sifat Allah) itu 41 sifat.

Dan wajib/pasti ada bagi para Rasul oleh 4 sifat dan mustahil di atas mereka Rasul oleh 4 sifat dan harus/mungkin saja pada hak mereka Rasul 'alaihim shalatu wassalam, oleh perkara yang satu. Maka bermula ini (semua sifat bagi Allah dan Rasul) itu 50 sifat. Dan selagi akan datanglah uraian pembahasan diketika membahasnya sifat-sifat secara terperinci. Insya Allah ta'ala.

Bermula yang pertama dari pada sifat-sifat yang wajib/pasti ada bagi-Nya Allah ta'ala itu wujud.

Dan diperselisihkan pada maknanya wujud, maka berkatalah selain Imam Asy'ari dan selain Man/orang-orang yang mengikutinya Imam Asy'ari: "bermula wujud, dia wujud itu hal/keadaan yang wajib/pasti ada bagi zat selama kekal zat. Dan bermula ini hal/keadaan itu tidak di'illatkan/disebabkan dengan satu sebab apapun.

Dan bermula makna keadaannya wujud itu hal/keadaan, itu Bahwa sesungguhnya sifat wujud itu tidak naik iya sifat wujud kepada derajat sesuatu yang berwujud sehingga dapat dilihat akarnya wujud. Dan tidak turun ia sifat wujud kepada derajat sesuatu yang tiada, sehingga ada ia sifat wujud itu tidak ada sama sekali, akan tetapi bermula dia sifat wujud itu pertengahan di antara sesuatu yang berwujud dan sesuatu yang tiada.


Maka bermula wujud Zaid -sebagai contoh- itu hal/keadaan yang wajib/ pasti ada bagi zatnya Zaid, artinya tidak terpisah ia sifat wujud dari padanya zat si zaid.

Dan bermula makna perkataan mereka ulama: "tidak di'illatkan/disebabkan akannya sifat hal dengan satu sebab apapun, itu Bahwa sesungguhnya sifat hal itu tidak terjadi ia sifat hal dari sesuatu apapun, dengan sebalik "keadaan Zaid itu yang kuasa", sebagai contoh, maka bahwa sesungguhnya keadaan itu terjadi ia keadaan dari sifat kuasanya Zaid,

Maka bermula "keadaan Zaid itu orang yang kuasa", sebagai contoh, dan wujudnya Zaid, itu dua hal/keadaan yang berada keduanya hal dengan dzat-nya Zaid, yang tidak diperdapatkan akan keduanya dengan salah satu panca indra dari pada panca indra yang 5, kecuali bahwa sungguh yang pertama itu Sabit baginya yang pertama, itu sebab yang terjadi Iya yang pertama dari padanya sebab, dan bermula dia sebab itu sifat kuasa, dan bahwa sungguh yang kedua itu tiada jenis sebab baginya yang kedua. Dan bermula ini sifat yang kedua itu Ketentuan bagi hal yang nafsiyah/keadaan bawaan.

Dan Bermula tiap-tiap hal/keadaan yang berada ia hal dengan satu zat, yang tiada disebabkan (adanya) dengan satu sebab pun, itu dinamakan akannya hal akan sifat nafsiyah. Dan bermula dia sifat nafsiyah itu allati/sifat yang tidak dibayangkan akan zat dengan tanpanya sifat nafsiyah, artinya tidak dibayagkan akan zat dengan akal dan tidak diperdapatkan akannya zat, kecuali dengan (beserta) sifatnya zat yang nafsiyah, seperti menempati kekosongan bagi sebuah benda.

Maka bahwa sungguh engkau itu jika engkau bayang akan sebuah benda dan engkau dapati akannya benda, niscaya engkau dapati akan bahwa sesungguhnya benda itu yang menempati kekosongan. Dan (berdasarkan) di atas ini pendapat, dan bermula pendapat tersebut itu keadaan sifat wujud itu hal, maka bermula zat Allah ta'ala itu bukan sifat wujud-Nya Allah dan bermula segala zat makhluk yang baharu itu bukan wujudnya (makhluk-makhluk yang baharu).


Dan berkata Imam Asy'ari dan orang-orang yang mengikutinya Imam Asy'ari: "Bermula wujud itu diri sesuatu yang maujud". Maka berdasarkan di atas pendapat ini, bermula wujud Allah itu diri dzat-Nya Allah, bukan sesuatu yang lebih di atas-Nya diri zat Allah pada kenyataan. Dan Bermula wujud makhluk yang baharu itu diri zatnya makhluk yang baharu. Dan berdasarkan di atas pendapat ini tidak jelaslah menghitung wujud akan sebagai sifat, karena bahwa sungguh wujud itu diri zat padahal bermula sifat itu bukan zat, dengan berbedanya wujud berdasarkan di atas pendapat yang pertama, maka bahwa sungguh menjadikannya wujud akan sebagai sifat itu sudah jelas.

Dan bermula makna wajib wujud baginya Allah ta'ala (berdasarkan) di atas pendapat yang pertama itu bahwa sungguh sifat nafsiyah yang bermula dia sifat nafsiyah itu sifat hal/keadaan, itu sebut/pasti ada bagi-Nya Allah.

Dan Bermula maknanya "wajib wujud bagi Allah" (berdasarkan) di atas pendapat yang kedua itu bahwa sungguh zat-Nya Allah ta'ala itu maujud/ yang ada lagi yang pasti pada kenyataan, dengan sekira-kira jikalau dibukakan dari pada kita akan hijab, niscaya sungguh kita lihat akan-Nya Dzat Allah. Maka bermula zat Allah ta'ala itu yang pasti ada, kecuali bahwa sungguh wujud itu bukannya Zat (berdasarkan) di atas pendapat yang pertama dan bermula Dia Zat itu dialah wujud (berdasarkan) di atas pendapat yang kedua.

Dan bermula dalil di atas wujud/ada-Nya Allah ta'ala itu baharu alam.

Artinya: adanya alam sesudah tiada. Dan bermula alam itu benda-benda seperti zat-zat dan itu sifat-sifat seperti bergerak dan diam dan warna-warna. Dan hanya sanya adalah keadaan baharu alam itu jadi dalil di atas ada Allah Ta'ala, karena bahwa sesungguhnya keadaan, itu tidak sah lah bahwa ada ia alam itu yang jadi dengan sendirinya (alam), dari pada tiada Pencipta yang menjadikan ia pencipta akan alam, karena bahwa sesungguhnya alam sebelum adanya alam itu adalah keadaan wujudnya alam itu yang sama bagi keadaan tiadanya (alam).

Maka manakala telah dijadikan akannya alam dan hilanglah keadaan tiadanya Alam, niscaya kita meyakini akan bahwa sungguh keadaan wujud/adanya alam itu terpilih (ia ada) di atas keadaan tiadanya alam, padahal sungguh adalah ini keadaan wujud itu yang menyamai bagi keadaan tiada, maka tidak sah lah bahwa ada (ia wujud) itu yang terpilih (ia keadaan wujud) di atas keadaan tiada dengan sendirinya.

Maka pastilah bahwa sungguh baginya alam itu sang penentu/ pemilih yang selainnya alam. Dan bermula dia sang penentu itu yang menciptakan (ia sang penentu) akannya alam, karena bahwa sungguh terpilih salah satu dari dua perkara yang sama dari pada tanpa ada yang menentukan itu mustahil.

Aku beri perumpamaan: Bermula Zaid sebelum adanya (zaid) itu boleh jadilah bahwa dijadikan akannya zaid pada tahun sekian, dan boleh jadilah bahwa tetap kekal ia Zaid di atas keadaan tiadanya Zaid. Maka bermula keadaan wujudnya/adanya zaid itu yang menyamai bagi keadaan tiadanya Zaid. Maka manakala telah dijadikan akannya Zain dan hilanglah keadaan tiadanya Zaid pada masa yang dijadikan akannya zaid pada masa itu, niscaya kita meyakini akan bahwa sungguh adanya zaid itu dengan sebab sang pencipta (yang menciptakannya), bukan dari dirinya Zaid sendiri.

Maka bermula kesimpulan dalil itu bahwa engkau berkata: Bermula alam yaitu dari pada benda-benda dan sifat-sifat, itu baharu. Artinya dijadikan sesudah sebelumnya Tiada. Dan bermula tiap-tiap yang baharu itu mestilah baginya yang baharu dari pada sang pencipta. Maka dapat disimpulkan bahwa sungguh alam itu mestilah baginya alam dari pada sang pencipta. Dan bermula ini itu sesuatu yang difahamkan dengan dalil yang aqli/ rasional.



Dan Adapun keadaan sang pencipta itu dinamakan dengan lafadz jalalah (Allah) yang mulia dan dengan sekalian nama-nama (Allah) itu niscaya maka bermula dia (ketentuan nama) itu dipahami dari para nabi alaihim Afdhalus sholatu Wassalam. Maka perhatikanlah olehmu bagi masalah ini.

Dan bermula ini (yaitu) dalil yang telah terdahulu, -dan bermula dalil tersebut itu baharu alam-, itu dalil wujud/ada-Nya Allah ta'ala. Adapun bermula dalil diatas baharu alam itu niscaya maka ketahuilah olehmu akan bahwa sesungguhnya alam itu benda-benda dan sifat-sifat saja, sebagaimana yang telah terdahulu. Dan bermula segala sifat-sifat seperti bergerak dan diam itu baharu, dengan (berdasarkan) dalil bahwa sesungguhnya engkau itu engkau melihat akannya sifat-sifat, akan yang berubah-ubah dari keadaan ada kepada keadaan Tiada, dan dari keadaan tiada kepada keadaan ada, 

Sebagaimana ma/kejadian yang engkau lihat akannya ma/kejadian pada bergerak Zaid, maka bahwa sesungguhnya (bergerak zaid) itu tidak ada lagi (ia bergerak) jika keadaannya Zaid itu sedang diam, dan bermula diamnya zaid itu tidak ada lagi (ia diam), jika keadaannya zaid itu yang sedang bergerak.
Maka bermula diamnya Zaid yang (terjadi) sesudah bergeraknya (Zaid), itu diperdapatkan akannya (diam) sesudah bahwa keadaannya (diam) itu tidak ada dengan sebab sedang bergerak. Dan Bermula bergeraknya Zaid yang (terjadi) sesudah diamnya (zaid) itu diperdapatkan akannya bergerak sesudah bahwa keadaannya bergerak itu (sebelumnya) tidak ada dengan sebab sedang diamnya (Zaid).

Dan bermula wujud/ada sesudah Tiada, dia lah itu huduts/ baharu. Maka engkau yakini akan bahwa sungguh sifat-sifat itu baharu. Dan bermula segala benda-benda itu yang tidak lepas/ menyatu bagi sifat-sifatnya, karena bahwa sesungguhnya semua benda itu tidak terlepas dari keadaan bergerak dan diam, dan bermula tiap-tiap ma/sesuatu yang tidak terlepas (ia ma/sesuatu) akan perkara yang baharu, niscaya maka bermula dia ma/sesuatu itu baharu juga, artinya yang maujud/ada sudah sebelumnya tiada.



Maka bermula semua benda-benda itu baharu juga sama seperti semua sifat-sifat. Maka bermula kesimpulan ini dalil itu bahwa engkau katakan: Bermula semua benda itu menyatu/tidak lepas bagi sifat-sifat yang baharu. Dan Bermula tiap-tiap perkara yang menyatu/ tidak terlepas ia perkara akan sesuatu yang baharu itu baharu juga. Maka dapat disimpulkanlah bahwa sungguh semua benda itu baharu. 

Dan bermula baharu dua perkara, -aku maksud akan benda-benda dan semua sifat, artinya wujud/ada keduanya (benda-benda dan sifat-sifat) sesudah sebelumnya tiada-, itu dalil ada-Nya Allah Ta'ala, karena bahwa sungguh tiap-tiap yang baharu itu mestilah baginya (sesuatu yang baru) dari pada sang pencipta. Dan tiadalah sang pencipta bagi alam kecuali hanya Allah ta'ala hal keadaan sendiri-Nya Allah yang tiada sekutu bagi-Nya Allah, sebagaimana Ma/penjelasan yang akan datanglah (penjelasan tersebut) pada dalil ke-esa-an baginya Allah ta'ala.

Dan bermula ini (penjelasan) dialah itu dalil ijmali/global yang wajib di atas tiap-tiap mukallaf dari laki-laki atau perempuan oleh mengetahuinya dalil, sebagaimana berpendapat oleh Ibnu Arabi dan Imam Sanusi. Dan menganggap kafir oleh mereka berdua akan man/orang yang tidak mengetahui (ia orang) akannya dalil ijmali, maka takutlah olehmu akan bahwa keadaan pada Iman mu itu perselisihan.

Silahkan dibagikan ke temen-temen yang lain, "Kiranya berbagi ilmu dapat menjadi bekal amal ibadah untuk di akhirat kelak".
Klik selanjutnya>> untuk melihat terjemahan selanjutnya atau kunjungi Daftar isi>> website kami untuk melihat semua terjemahan yang ada.
Salam santri... 😆

3 Responses to "Terjemahan Kitab - Tahqiqul Maqam 'ala Kifayatil Awam - Makna pesantren | Sifat Wujud [Kitabkuning90]"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel