Terjemahan Kitab Khamsatun Mutun - Matan Jauharah Tauhid - Makna Pesantren | Nama-Nama Allah Dan Sifat Sifat Yang Jaiz Dan Mustahil Bagi Allah | Nazham Ke 37 s/d 47 (Kitabkuning90)
SIFAT-SIFAT MUSTAHIL DAN
JAIZ BAGI ALLAH
Yang dimaksudkan dengan nash dalam bait di atas adalah Al-Qur’ân dan Hadis.
Contoh: يخافون ريّهم من فوقهم... "Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas...". (Q.S. an-Nahl, 16:50).
Kata-kata فوق menurut pendapat ini dita'wilkan menjadi makna kekuasaan.
Contoh: Kata-kata فوق pada ayat tersebut dipalingkan kepada selain makna tersurat yaitu di atas, dan artinya yang masih samar-samar diserahkan kepada Allah. Ulama salaf adalah ulama yang hidup sebelum tahun 500 H dan ulama khalaf adalah ulama yang hidup setelah tahun 500 H.
وَمِنْهُ إِرْسَالُ جَمِـيْعِ الرُّسْلِ ♣ فَلاَ وُجُوْبَ بَلْ بِمَحْضِ الْفَضْلِ
Kitab Matan Jauharah Tauhid |
وَعِنْدَنَا
أَسْمَـاؤُهُ الْعَظِيْمَـهْ ♣ كَذَا صِفَاتُ ذَاتِـهِ قَدِيْمَـةْ
"Dan di sisi kita (Ahlussunnah wal
jama’ah)([1]),
(Bermula) nama-nama-Nya (Allah) yang agung (ia nama-nama) (tsābit) seperti
demikian (nama) (itu) sifat-sifat Zat-Nya (Allah) (itu) Qadīm (ia nama dan
sifat)”.
وَاخْتِيْرَ
أَنَّ أَسْمَـاهُ تَوْقِيْفِيَـةْ ♣ كَذَا الصِّفَاتُ فَاحْفَظْ السَّمْعِيَّةْ
“Dan dipilihkan (akan): Bahwa sungguh nama-nama Nya
(Allah) (itu) ketetapan (syara‘)([2]),
(tsābit) seperti demikian (nama-nama Allah) itu sifat-sifat, maka hafal (oleh
mu) (akan) yang dibangsakan kepada dalil sam’ī([3])".
([1]) Yang dimaksud “kita” tersebut adalah Ahli kebenaran yaitu Ahli sunnah wa al-jama’ah, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.59)
([2]) Makna “tauqīfiyyah” adalah ketetapan dari syara’, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.60)
([3]) Yang dimaksud “Al-sam’iyyah” adalah pembahasan nama dan sifat Allah yang didasari dalil sam’ī, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.61)
Zharaf apabila didahulukan berfaedah hashar, berarti hanya ulama Ahlussunnah yang berpendapat bahwa nama dan sifat Allah adalah qadîm. Maksud qadîm pada nama adalah qadîm pada penamaan-Nya.
وَكُلُّ
نَصِّ أَوْهَـمَ التَّشْبِيْهَا ♣ أَوِّلْهُ اَوْ فَوِّضْ وَرُمْ تَنْزِيْـهَا
"Dan (Bermula)([1])
Tiap-tiap nash yang terwaham (ia nash) (akan) keserupaan (itu) niscaya palingkanlah
(oleh mu) (akannya Nash) atau serahkanlah (oleh mu) (kepada Allah) dan
maksudkanlah([2])
(oleh mu) (akan) mensucikan (Allah)".
([1]) “Kullu”
dibaca marfū’ I’rābnya sebagai mubtadā dan khabarnya adalah jumlah fi’il “awwilhu”, (Tuĥfah al-murīd
‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.61)
التأويل: حمل النص على خلاف ظا هره مع بيان المعنى المراد
"Mengartikan nash sebalik yang tersurat beserta menjelaskan makna yang dimaksudkan".Contoh: يخافون ريّهم من فوقهم... "Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas...". (Q.S. an-Nahl, 16:50).
Kata-kata فوق menurut pendapat ini dita'wilkan menjadi makna kekuasaan.
التفويض: صرف اللفظ عن ظاهره ففوض المراد الموهم اليه تعالى.
"Memalingkan arti nash sebalik yang tersurat, dan arti yang masih samar-samar diserahkan pada Allah".Contoh: Kata-kata فوق pada ayat tersebut dipalingkan kepada selain makna tersurat yaitu di atas, dan artinya yang masih samar-samar diserahkan kepada Allah. Ulama salaf adalah ulama yang hidup sebelum tahun 500 H dan ulama khalaf adalah ulama yang hidup setelah tahun 500 H.
وَنَزِّهِ
الْقُـرْآنَ اَىْ كَلاَمَـهْ ♣
عَنِ الْحُدُوْثِ وَاحذَرِ انْتِقَامَـهْ
"Dan sucikanlah (oleh mu) (akan) Al-Qur'an,
artinya (akan) Kalam-Nya (Allah) dari sifat baharu, dan takutlah (oleh mu)
(akan) siksa-Nya (Allah)”.
وَكُلُّ
نَصٍّ لِلْحُـدُوْثِ دَلاَّ ♣ اِحْمِلْ عَلَى الْلَفْظِ الَّذِىْ قَدْ دَلَّ
“Dan (Bermula) tiap-tiap Nash yang menunjuki (ia
Nash) di atas([1])
baharu, (itu) niscaya tanggungkanlah (oleh mu) diatas lafadh (Al-Quran) allazi
yang sungguh menunjuki (ia lafadh allazi)([2])".
([1]) “Li”
pada kata “lil huduts” adalah huruf jar
bermakna “’alā”= di atas, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd,
hal.64)
Maksud kata ضدّ adalah makna lughawî yang mencakup mawjûd dan ma‘dûm, bukan makna i¡tilahî yang khusus kepada yang mawjûd.
وَجَائِزٌ
فِى حَقِّـهِ مَا أَمْكَنَا ♣ إِيْجَادًا إِعْدَامًا كَرِزْقِهِ الْغِـنَا
"Dan (Bermula)([1])
ma/segala sesuatu yang mungkin (ia ma) (nisbah)([2])
dijadikan dan ditiadakan (itu) sifat yang Jāiz/harus pada hak-Nya (Allah), seperti
memberi rizki-Nya (Allah) (akan) orang kaya".
Lafaz رزق jika dibaca dengan (fatah ra) bermakna memberi rizki dan jika dibaca dengan (kasrah ra) bermakna rizki yang diberikan.
فَخَالِقٌ
لِعَبْدِهِ وَمَا عَمِـلْ ♣ مُوَفِّقٌ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَصِـلْ
"Maka (bermula dia Allah)([1])
(itu) yang maha pencipta bagi hamba-Nya (Allah) dan perbuatannya([2])
(hamba), dan([3])
maha memberi taufiq bagi man/siapa saja yang dikehendaki (ia Allah) (akan) bahwa
sampai (ia hamba)”.
وَخَاذِلٌ
لِمَنْ أَرَادَ بُعْـدَهْ ♣ وَمُنْـجِزٌ لِمَنْ أَرَادَ وَعْـدَهْ
“Dan (bermula Dia Allah) (itu) yang maha memberi
kehinaan bagi man/siapa saja yang dikehendaki Ia Allah (akan) jauhnya (man) dan
(bermula Dia Allah) (itu) yang maha memberi bagi man/siapa saja yang
dikehendaki (Ia Allah) (akan) beri janjinya (man)".
([1]) “Khāliq”
I’rābnya sebagai khabar bagi mubtadā yang
sudah dibuang, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.66)
التوفيق: خلق قدرة الطاعة في العبد
"Menciptakan kesanggupan berbuat ta‘at terhadap hamba".
الخذلان: خلق القدرة المعصية فى العبد
"Menciptakan kesanggupan berbuat maksiat terhadap hamba".
فَوْزُ
السَّعِيْدِ عَنْدَهُ فِيْ اْلأَزَلِ ♣ كَذَا الشَّـقِيُّ ثُمَّ لَمْ يَنْتَقِـلِ
“(Bermula) kemenangan orang yang bahagia di
sisi-Nya (Allah) (itu tsābit) pada azalī, (tsābit) seperti demikian (orang yang
bahagia) (itu) orang yang celaka, kemudian tidak berpaling([1])
(ia demikian keadaan)".
([1]) “Yantaqil”
bermakna “Yuĥawwil”=berpaling, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd,
hal.68).
وَعِنْدَنَا
لِلْعَبْدِ كَسْبٌ كُلِّفَ ♣ بِهِ وَلَكِنْ لَمْ يُؤَثِّـرْ فَاعْـرِفَا
"Dan di sisi kita (Ahlussunnah wal
jama’ah), (tsābit) bagi hamba (itu) usaha yang dibebankan (akannya hamba)
dengannya (usaha) dan tetapi([1])
tidak berefek (ia usaha), maka ketahuilah oleh mu”.
فلَيْسَ
مَجْبُوْرًا وَلاَ اخْتِـيَارَا ♣ وَلَيْسَ كُلاَّ يَفْعَـلُ اخْتِـيَارَا
“Maka tiadalah (ia hamba) (itu) yang dipaksakan dan tiada (ia
hamba) (itu) berusaha sendiri, Dan tidaklah (hamba) (akan) tiap-tiap perbuatan([2])
(itu) berbuat (ia hamba) (hal keadaannya hamba itu) berikhtiar”.
فَإِنْ
يُثِبْنَا فَبِمَحْضِ الْفَضْلِ ♣ وَإِنْ يُعَذِّبْ فَبِمَحْضِ الْعَـدْلِ
“Maka jika memberi pahala (Ia Allah) (akan)
kita, niscaya maka (bermula pahala tersebut)([3])
(itu tsābit) dengan sebab semata-semata karunia dan jika mengazab (Ia Allah),
niscaya maka (bermula siksaan tersebut) (itu tsābit) dengan sebab semata-mata
keadilan".
([1]) “Waw”
adalah huruf ‘athaf dan “lakin”
ssebagai huruf ibtidā, (Alkawākib al-durriyyah
syarh mutammimah al-jurūmiyyah, jld.II, hal.231)
([3]) “Bi
maĥdhi” adalah jar majrūr menjadi khabar bagi mubtadā yang
sudah dibuang, dasarnya: “fa huwa bi maĥdhi”,(Tuĥfah al-murīd ‘alā
Jauharah al-tauhīd, hal.71).
Maksud pengarang pada kata-kata فليس مجبورا ولا اختـيار untuk membantah paham Jabariyyah yang menganggab sepak terjang kita didunia ini bagaikan debu yang berterbangan yang sama sekali tidak ada pilihan dari kita.
Maksud pengarang pada kata-kata وليس كلا يفعـل اختـيارا untuk membantah paham Mu‘tazilah yang mengatakan, bahwa sesunnguhnya perbuatan si hamba tidak ada hubungannya dengan Allah, hamba sendiri yang menciptakan segala perbuatan yang hendak dilakukannya
الفضل العدل: الاعطاء عن اختيار كامل لا عن ايجاب
"Pemberian yang terjadi semata-mata karena ikhtiar bukan karena kewajiban".
العدل المحض: وضع الشيء في محلّه من غير اعتراض على الفاعل
"Meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa pertentangan terhadap orang yang melakukannya".
وَقَوْلُهُمْ
إِنَّ الصَّلاَحَ وَاجِبُ ♣ عَلَيْـهِ زُوْرٌ مَا عَلَيْهِ وَاجِبُ
"Dan (Bermula) Pendapat mereka (Mu‘tazilah)
(akan): bahwa sungguh berbuat baik (itu) waji di atas-Nya (Allah) (itu)
kesalahan, tiada di atas-Nya (Allah) (itu) wājib (ia berbuat baik)”.
أَلَمْ
يَرَوْا إِيْلاَمَـهُ اْلأَطْفَـالَ ♣ وَ
شِبْهِـهَا فَحَـاذِرِ الْمِحَـالَ
“Adakah tidak melihat oleh mereka (kaum mu’tazilah)
(akan) memberi sakit-Nya (Allah) (akan) anak-anak, dan seumpamanya (anak-anak),
maka takutlah (oleh mu) (akan) siksa([1])".
([1]) “Miĥāl” bermakna
“’iqāb”=siksaan, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.74).
Hikmah diberikan penyakit terhadap anak-anak adalah untuk diberikan pahala bagi kedua orang tuanya, karena penyakit merupakan musibah yang dideritai oleh anak-anak menyebabkan musibah kepada orang tua juga. Maka bila orang tua bersabar terhadap penyakit yang diderita pada anaknya, pasti ia akan diberikan pahala yang banyak. Imam Haramain berkata:
شدائد الدنيا مما يلزم العبد الشكر لأنها نعم حقيقة
"Kepedihan di dunia adalah salah satu dari sekian banyak hal yang harus disyukuri, karena pada hakikatnya itu merupakan nikmat".
وَجَائِزٌ
عَلَيْهِ خَـلْقٌ الشَّـرِ ♣ وَالْخَيْرِ كَاْلإِسْلاَمِ وَجَهْلِ الْكُفْرِ
"Dan (Bermula)([1])
menciptakan keburukan dan kebaikan (itu) harus (ia cipta) di atas-Nya (Allah),
seperti islam dan bodoh kekafiran".
وَوَاجِبٌ
إِيْمَانُـنَا بِالْقَـدْرِ ♣ وَبِالْقَـضَا كَمَا أَتَى فِى الْخَبْرِ
"Dan (Bermula) mengimani kita dengan Qadar
dan dengan Qadha’ (itu) wājib (ia iman), sebagai mana ma/keterangan yang datang
(ia ma/sesuatu) dalam Hadis".
([1]) “Jaiz”
di-I’rāb sebagai khabar muqaddam, dan “khalqu”
adalah mubtadā yang diakhirkan, (Tuĥfah al-murīd ‘alā
Jauharah al-tauhīd, hal.74).
Diantara sekian banyak hadith yang memerintahkan untuk beriman pada qa«a dan qadar adalah:
عن على كرم الله وجهه أنه قال قال رسول الله لا يؤمن عبد حتى يؤمن بأربعة: يشهد ان لا اله إلا الله وأنى رسول الله بعثنى بالحق ويؤمن بالبعث بعد الموت ويؤمن بالقدر خيره وشره حلوه ومره.
"Hadith dari ‘Ali k.w. beliau berkata, Nabi besabda, seorang hamba tidak sah Iman, sehingga ia percaya pada empat macam ini: Besaksi tiada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Aku ini utusan Allah yang diutuskan dengan sebenar-benarnya, percaya pada kebangkitan setelah mati, dan Qadar (kebaikan dan kejelekan, ke senangan dan kesusahan)".
Dalam hadith lain Nabi bersabda:
الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسوله وتؤمن بالقدر خيره وشره حلوه ومره
" Iman adalah, Engkau percaya kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab suci, Rasul-rasul-Nya dan Qadar (kebaikan dan kejelekan, ke senangan dan kesusahan)".
القدر: ايجاد الله الاشياء على قدر مخصوص و وجه معيّن اراد ه تعالى
"Allah menciptakan terhadap segala sesuatu kepada suatu bentuk dan sifat sesuai dengan iradat".
القضاء: ارادة الله الاشياء فى الازالى على ما هى عليه
"Kehendak Allah atas sesuatu pada azalî untuk bersifat sesuatu dengannya".
وَ
مِنْهُ أَنْ يُنْظَـرَ بِاْلأَبْصَارِ ♣ لَكِنْ بِلاَ كَيْفٍ وَلاَ انْحِصَارِ
"Dan (tsābit) sebagian dari padanya (
yang jāiz/harus) (itu) bahwa dilihatkan (akan-Nya Allah) dengan penglihatan
mata, tetapi dengan tanpa keadaan dan tanpa batasan”,
لِلْمُؤْمِنِيْنِ
إِذْ بِجَائِـزٍ عُلِّقَتْ ♣ هَذَا وَلِلْمُخْتَـارِ دُنْيَا ثَبَتَتْ
“(dilihatkan) bagi orang-orang mukmin karena
dikaitkan (akannya melihat Allah) dengan sesuatu yang harus/ jāiz. (Fahamilah oleh
mu)([1])
(akan) ini. Dan bagi orang-orang yang dipilihkan, sebut (ia melihat Allah) pada
dunia ".
([1]) “hadzā”
di-I’rāb sebagai maf’ūl bagi fi’il yang
sudah dibuang, yaitu: “Ifham”=fahamilah oleh mu, (Tuĥfah al-murīd ‘alā
Jauharah al-tauhīd, hal.79).
Menurut ilmu mantiq, pada nadham ini dibuang muqaddimah sughra dan natijah, taqdirnya:
رؤية الله علّقت على امر ممكن وكل ما علّق على الممكن لا يكون إلا ممكنا فرؤية الله لا تكون إلا ممكنا
وَمِنْهُ إِرْسَالُ جَمِـيْعِ الرُّسْلِ ♣ فَلاَ وُجُوْبَ بَلْ بِمَحْضِ الْفَضْلِ
"Dan (tsābit) sebagiannya (yang jāiz)
(itu) mengutus sekalian Rasul, maka tiada jenis wājib, tetapi (bermula ia mengutus
Rasul itu tsābit)([1])
dengan semata-mata karunia”.
لَكِنْ
بِذَا إِيْـمَانُنَا قَدْ وَجَبَا ♣ فَدَعْ هَوَى قَوْمٍ بِهِمْ قَدْ لَعِبَا
“(akan) tetapi dengan ini (masalah mengutus
Rasul) (Bermula) iman kita (itu) sungguh wājib (ia iman), maka tinggalkanlah
(oleh mu) (akan) keinginan kaum yang dengan mereka Rasul sungguh bermain-main([2])
(ia kaum)".
([1]) “Bi
maĥdhi” adalah jumlah jar majrūr yang di-I’rāb sebagai khabar bagi
mubtadā yang sudah dibuang yaitu: “fa
huwa bi maĥdhi”, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.80)
([2]) Alif pada kata “wajaba” dan “la’iba”
adalah alif ithlāq, (Tuĥfah al-murīd ‘alā Jauharah al-tauhīd, hal.80).
Mohon perbaikannya sobat bila ada kekeliruan, kritik dan sarannya kami tunggu di kolom komentar. Selanjutnya>>
Terimakasih..., semoga bermanfaat.
Terimakasih admin
BalasHapussangat membantu...thk
BalasHapus